Ulumul Qur'an (Nasikh dan Mansukh)



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Nasikh dan Mansukh
Terdapat perbedaan pengertian tentang terminologi naskh. Para ulama mutaqaddimin (abad I hingga abad III H) memperluas arti naskh sehingga mencakup: (a) pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang ditetapkan kemudian; (b) pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang datang kemudian; (c) penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar; (d) penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat


B.  Tujuan Nasikh – Mansukh
Tujuan Naskh dan Mansukh yaitu untuk membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat serta meningkatkan dengan ikatan kerjasama dan persaudaraan.

C.  Syarat – Syarat dalam Nasikh
            Adapun syarat – syarat dala Nasikh yaitu:
1.    Hukum yang Mansukh adalah hukum Syara’.
2.    Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khithab syar’i yang dating lebih kemudian dari khithab yang hukumnya dimansukh.
3.    Khithab yang dihapuskan atau diangkat hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu.

D.  Hal – Hal Yang Mengalami Nasikh
Hal – hal yang mengalami Naskh – Naskh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan dengan kalimat berita (khabar) yang bermakna amr (perintah) atau nahy (larangan). Naskh tidak terjadi dalam berita, khabar, yang jelas – jelas tidak bermakna thalab (seperti perintah atau larangan), atau seperti janji (al-wa’ad) dan ancaman (al-wa’id).

E.  Pedoman mengetahui Nasikh dan Mansukh.
            Pedoman mengetahui Nasikh dan Mansukh yaitu:
1.    Keterangan dari Nabi dan Sahabat.
2.    Ijma’ umat bahwa ayat ini nasikh dan yang itu mansukh.
3.    Mengetahui mana yang terlebih dahulu dan mana yang belakangan berdasarkan sejarah.
F.   Pembagian Nasikh dan Manskh.
            Nasikh dan Mansukh  dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya yaitu:
1.    Nasikh dan Mansukh dilihat Berdasarkan kejelasan dan cakupannya.
2.    Nasikh dan Mansukh dilihat dari segi bacaan dan hukumnya.
3.    Nasikh dan Mansukh dilihat dari sisi otoritas mana yang lebih berhak menghapus sebuah nasikh.
G.  Macam  - Macam Nasikh.
Macam – Macam Nasikh yaitu sebagai berikut:
1.    Nasikh dan Mansukh dilihat Berdasarkan kejelasan dan cakupannya
a.      Nasikh Sharih
Nasikh Sharih yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat pada ayat yang terdahulu. Misalnya ayat yang tentang perang (qital) pada ayat : 65 surah Al – Anfal [8] yang mengharuskan satu orang muslim melawan satu orang kafir; “Hai Nabi, kobarkanlah semangat orang mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantar kamu, pasti mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantara kamu, mereka dapat mengalahkan seribu kafir, sebab orang – orang kafir adalah kaum yang tidak mengerti.” Q.S  Al- Anfal:65.
Ayat ini menurut Jumhur ulama di – Nasikh oleh ayat yang mengharuskan satu orang mukmin melawan dua orang kafir pada ayat 66 dalam surah yang sama. Artinya: “ sekarang Allah telah meringankan kamu dan mengetahui pula bahwa kamu memiliki kelemahan, maka jika diantara kamu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang kafir, dan jika diantara kamu terdapat seribu orang (yang sabar), mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang – orang kafir.” Q.S Al-Anfal:66.

b.        Nasikh Dhimmy
Nasikh Dhimmy yaitu jika terdapat dua naskh yang saling bertentangan  dan tidak dikompromikan, dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta kedua – duanya diketahui waktu turunnya ayat yang datang kemudian menghapus ayat yang terdahulu. Contohnya, ketetapan Allah yang mewajibkan bagi orang – orang yang akan mati yang terdapat dalam surah Al – Baqarah[2]: 180, Artinya: “diwajibkan atas kamu, apabila diantara seseorang di antara kamu kedatangan (tanda – tanda) maut, jika dia meninggalkan harta yang banyak, untuk berwasiat bagi ibu, bapak serta kerabat – kerabatnya secara ma’ruf.” Ayat ini menurut pendukung teori Nasikh di Nasikh oleh hadits Ia washiyyah Ii waris  ( tidak ada wasiat bagi ahli waris).

c.         Naskh Kully
Naskh Kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan. Contohnya, ketentuan ‘iddah empat bulan sepuluh hari pada surat Al-Baqarah [2] ayat 234 di-naskh oleh ketentuan ‘iddah satu tahun pada ayat 240 dalam surat yang sama.

d.   Naskh juz’iy
Naskh juz’iy, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku bagi semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu, atau menghapus hukum yang bersifat mutlaq dan muqayyad. Contohnya, hukum dera 80 kali bagi orang yang menuduh seorang wanita tanpa adanya saksi pada surat An-Nur [24] ayat 4, dihapus oleh ketentuan li’an, yaitu bersumpah empat kali dengan nama Allah, jika si penuduh suami yang tertuduh, pada ayat 6 dalam surat yang sama.

2.    Nasikh dan Mansukh dilihat dari segi bacaan dan hukumnya yaitu:
a.    Penghapusan terhadap hukum dan bacaan (tilawah) secara bersamaan.
b.    Penghapusan terhadap hukumnya saja, sedangkan bacaannya tetap ada.
c.    Penghapusan terhadap bacaanya saja.
d.   Penghapusan terhadap hukum dan bacaan (tilawah) secara bersamaan Ayat-ayat yang terbilang kategori ini tidak dibenarkan dibaca dan tidak benar diamalkan. Misalnya sebuah riwayat Al-Bukhari dan Muslim, yaitu hadis Aisyah r.a. Artinya: “dahulu termasuk yang diturunkan (ayat Al-Quraan) adalah sepuluh radab’at (isapan menyusu) yang dietahui, di naskh oleh lima (isapan menyusu) yang diketahui. Setelah rasulullah saw wafat, hukum yang terakhir tetap dibaca sebagi bagian Al-Quran”.
Penghapusan terhadap hukumnya saja, sedangkan bacaannya tetap ada Contohnya adalah ayat tentang mendahulukan sedekah (Q.S Al-Mujadilah: 58: 12). Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu.Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS AlMujadilah: 12). Ayat ini di-naskh oleh surat yang sama ayat 13: Artinya: "Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul. Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Penghapusan terhadap bacaanya saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku Contoh kategori ini biasanya diambil dari ayat rajam. Mula-mula ayat raja ini terbilang ayat AlQuran . ayat yang dinyatakan mansukh bacaanya, sementara hukumnya tetap berlaku itu adalah: Artinya: “jika seorang pria tua dan wanita tua berzinah, maka rajamlah keduanya”.

3.    Nasikh dan Mansukh dilihat dari sisi otoritas mana yang lebih berhak menghapus sebuah nasikh yaitu:
a.    Naskh al-Qur’an dengan alQur’an.
b.    Naskh Qur’an dengan Sunah.
c.    Naskh Sunah dengan Qur’an.
d.   Naskh Sunah dengan Sunah.

            Macam – macam Nasikh yaitu:
a.    Nasikh Tanpa Badal
Nasikh tanpa Badal misalnya penghapusan keharusan bersedekah sebelum menghadap Rasulullah sebagaimana diperintahkan dalam firman Allah: “Hai orang – orang yang  beriman, apabila kamu menghadap lalu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu.” (Al-Mujadillah:12). Ketentuan ini di Naskh dengan firman-Nya: “Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tidak memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepada mu maka dirikanlah sholat, tunaikan zakat…”

b.   Nasikh dengan Badal yang lebih ringan
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu...” (Al-Baqarah: 187). Ayat ini menasakh ayat: ”Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu...” (Al-Baqarah: 183).

c.    Naskh dengan Badal yang sepadan
Naskh dengan Badal yang sepadan Misalnya penghapusan kiblat shalat menghadap ke Baitul Maqdis dengan menghadap ke Ka’bah: “Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram...” (Al-Baqarah: 144).

d.   Naskh dengan Badal yang berat
Naskh dengan Badal yang berat Seperti penghapusan hukuman penahanan wanita yang berzina), dalam ayat: di rumah (terhadap “Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, datangkanlah empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi kesaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri maka biarkanlah mereka’ (An-Nisa’: 15-16) Kedua ayat ini dinasakh oleh ayat perintah untuk mencambuk perawan (yang berzina) dalam surah An-Nur: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera” (An-Nur: 2).

Hikmah Nasikh yaitu:
a.       Memelihara kemashlahatan hamba.
b.   Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia.
c.       Cobaan dan ujian bagi seorang mukallaf apakah mengikutinya atau tidak.
     d.          Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat.

BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Pengertian ilmu Nasikh mansukh hadith adalah : ilmu yang membahas hadits-hadits yang saling berlawanan maknanya, yang tidak mungkin dapat dikompromikan dari segi hukum, dengan cara menentukan salah satu hadith sebagai nasikh (penghapus) dan hadith yang lain sebagai mansukh (yang dihapus), hadits yang mendahului adalah sebagai mansukh dan hadits yang terakhir adalah sebagai nasikh.
Urgensi ilmu nasikh dan mansukh mempunyai fungsi dan peranan yang besar bagi para ahli ilmu agar pengetahuan tentang suatu hukum tidak kacau dan kabur. Karena itulah kita temukan perhatian mereka kepada hadis sangat besar, Imam Syafi’I, imam Hambali dan para imam yang lain begitu menganggap penting ilmu ini, karena dia termasuk ilmu yang dengannya pemahaman hadis akan menjadi benar dan tidak sempit.
Karena urgensinya ilmu ini, maka sahabat, tabi’in dan ulama sesudah mereka memberikan perhatian yang sangat serius terhadapnya, imam-imam juga menjelaskan hal ini kepada murid-murid mereka, menganjurkan mempelajarinya, menekuninya, menemukan hal-hal pelik berkenaan dengannya, mensistematisasikannya dan menyusun karya dalam bidang ini
Cara mengetahu nasak dan mansukh ada empat, yakni penjelasan dari nabi, keterangan sahabat, fakta sejarah dan yang ke-empat adalah ijma’ umat.

DAFTAR PUSTAKA         

1.                  Abu Sulaiman bin al Ash’ath al Sijistani, Sunan Abi Dawud, (Beirut: al Maktabah al Ashriyah, t.th).
2.                  Ahmad bin Shu’aib bin Ali, Abu Abdirrahman , Sunan Nasa’i, (Riyadh: Maktabah al Maarif, t,th).
3.                  Hajjaj (al), Muslim, Shahih Muslim, (Riyadh:  Dar al Mughni, 1998.
4.                  Tirmidzi (al), Muhammad bin Isa bin Saurah, Sunan al Tirmidzi, (Riyadh: Maktabah al Maarif, t.th.
5.                  Abu Shuhbah, Muhammad bin Muhammad, al Wasit fi ulumi wa musthalah al hadits, (Kairo; Dar al Fikr al Araby, 1982).
6.                  al Atthar, Abdul Nashir Taufiq, Dustur lil ummah wa ulum al sunnah, (Kairo: Maktabah al Wahbah, 1987).
7.                  Abu al Hasan Ali bin Muhammad bin Ali al Jurjani, al Ta’rifat, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyyah, 2003).
8.                  Ibn al Mandzur, Lisan al Arab, (Kairo: Dar al Hadits, jilid VIII, 2003),

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ulumul Qur'an (Nasikh dan Mansukh)"

Post a Comment