BAB I
PENDAHULUAN
Usia
lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai
dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan
yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan
penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut; perubahan yang
menyangkut kenumpuan motorik, perubahann kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi
psikologis, perubahan dalam sistem syaraf, perubahan penampilan.
Tingkah
laku keagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan atas
nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu tinghkah laku itu umumnya juga
dilandasi oleh pendalaman pengertian dan keluasan pemahaman tentang ajaran
agama yang dianutnya.
Pada
masa ini merupakan dilema bagi manusia, yaitu dia merasa pengalaman nya lebih
banyak daripada kaum muda, namun ia sudah tidak mampu lagi menyalurkannya, oleh
karena itu bagi mereka yang bersikap positif atas hal ini maka mereka akan
menyalurkannya dengan membantu kegiatan sosisal kemasyarakatan.
Padamasa
ini adalah puncak dari jiwa keaagamaan yang semakin matang dan penerimaan
seutuhnya, pada masa ini juga seharusnya kita harus lebih banyak meningkatkan
nilai ibadah daripada mengurus duniawi yang bersifat sementara ini.
BABII
PEMBAHASAN
A. Perkembangan
Jiwa Keagamaan Pada Masa Lanjut Usia.
Perkembangan manusia dapat
digambarkan dalam bentuk garis sisi sebuah trapesium. Sejak usia bayi hingga
mencapai kedewasaan jasmani menggambarkan dengan garis miring menanjak. Garis
itu menggambarkan bahwa selama periode tersebut terjadi proses perkembangan
yang progresif. Pertumbuhan fisik berjalan secara cepat sehingga mencapai titik
puncak perkembangannya, yaitu dewasa (22-24).
Perkembangan selanjutnya
digambarkan oleh garis lurus sebagai gambaran terhadap kemantapan fisik yang
sudah dicapai. Sejak mencapai usia kedewasaan hingga ke usia sekitar 50 tahun,
perkembangan fisik manusia boleh dikatakan tidak mengalami perubahan
banyak. Barulah diatas usia 50 tahun
mulai terjadi penurunan perkembangan yang drastis hingga mencapai usia lanjut.
Oleh karena itu, umumny garis perkembangan pada periode ini digambarkan oleh
oleh garis menurun. Periode ini disebut sebagai periode regresi (penurunan).
Sejalan dengan penurunan tersebut, maka secara psikis terjadi berbagai
perubahan pula. Perubahan – perubahan gejala psikis ini ikut mempengaruhi
berbagai aspek kejiwaan yang terlihat dari pola tingkah laku yang
diperlihatkan.
Pada
tahap kedewasaan awal terlihat krisis psikologis yang dialami oleh karena
adanya pertentangan antara kecenderunganuntuk mengisolasi diri. Terlihat
berbagai kecenderungan untuk berbagai perasaan, bertukar pikiran dan memecahkan
berbagai problema kehidupan dengan orang lain[1]. Mereka menginjak usia ini
sekitar 25 – 40 tahun memiliki kecenderungan besar untuk hidup berumah tangga,
kehidupan social yang lebih luas serta memikirkan masalah – masalah agama yang
sejalan dengan latar belakang kehidupannya.
selanjutnya pada masa kedewasaan menengah 40 – 65 tahun manusia mencapai
puncak periode usia yang paling produktif. Tetapi dalam hubungn dengn kejiwaan
pada masa usia ini terjadi krisis akibat pertentangan batin antara keinginan
untuk bangkit dengan kemunduran diri. Karena itu, umumnya pemikiran mereka
tertuju kepada upaya untuk kepentingan keluarga, masyarakat, dan generasi
mendatang. Kecenderung ini menyebabkan orang yang berada pada usia ini memiliki
perhatian besar masalah – mnasalah kemasyarakatan yang bermanfaat, serta
membantu para generasi muda.
Adapun pada usia selanjutnya, yaitu setelah usia diatas 65 tahun manusia
akan menghadapi sejumlah permasalahan. Permasalahan pertama adalah penurunan
kemampuan fisik hingga kekuatan fisik berkurang, aktivitas menurun, sering
menglami gangguan kesehatan yang menyebabkan mereka kehilangan semangat.
Pengaruh dari kondisi penurunan kemampuan fisik ini menyebabkan mereka yang
berada pada usia lanjut merasa dirinya sudah tidak berharga atau kurang
dihargai. Hasil penelitian neugartten (1971) masalah utama yang dihadapi
manusia usia lanjut antara 70 – 79 tahun menunjukkan 75 persen dari mereka
yangdijadikan responden menyatakan puas dengan status mereka sesudah menginjak
masa beban tugas. Sebagian besar mereka menunjukkan aktivitas positif dan tidak
merasa dalam keterasingan dan hanya sedikit yang sudah berada dalam kondisi
uzur serta mengalami gangguan kesehatan mental. Namun, umumnya mereka
dihadapkan pada konflik batin antar keutuhan dan keputusasaan. Karena itu
mereka cenderung mengingat sukses masa lalu, sehingga umumnya mereka yang
berada pada tingkat usia lanjut ini senang membantu para remaja yang aktif
dalam kegiatan – kegiatan social, termasuk social keagamaan.
Kehidupan keagamaan pada usia
lanjut ini menurut hasil penelitian psikologi agama ternyata meningkat. M .
argyle mengutip sejumlah penelitian yang dilakukan oleh cavan yang mempelajari 1200 orang sampel berusia
antara 60 – 100 tahun. Temuan ini menunjukkan secara jelas kecenderungan untuk
menerima pendapat keagamaan yang semakin meningkat pada umur – umur ini.
Sedangkan, pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat baru muncul
sampai 100 % setelah usia 90 tahun.
Dalam banyak hal, tak jarak para ahli psikologi menghubungkan
kecenderungan peningkatan kehidupan keagamaan dengan penurunan kegairahan
seksual. Menurut pendukung pendapat ini manusia usia lanjut mengalami frustasi
dibidang seksual, sejalan dengan penurunan kemampuan fisik dan frustasi semacam
itu dinilai sebagai satu-satunya factor yang membentuk sikap keagamaan. Tetapi
menurut Robert H.Thoules, pendapat tersebut berlebih-lebihan. Sebab katanya,
hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun kegiatan seksual secara biologis
boleh jadi sudah tidak ada lagi pada usia lanjut, namun kebutuhan untuk
mencintai dan mencintai tetap ada pada usia tua itu.
Mengenai kehidupan keagamaan pada usia lanjut ini William James
menyatakan bahwa umur keagamaan yang sangat luar biasa tampaknya justru terdapat pada usia tua, ketika gejolak
kehidupan seksual sudah berakhir[2]. Agaknya pendapat William James masih
banyak dijadikan rujukandalam melihat korelasi antara kehidupan keagamaaan
dengan kehidupan seksual. Jika dihubungkan dengan kehidupan esoteric para
tokoh-tokoh agamawan seperti biarawan dan biarawati ataupun para biksu agaknya
korelasi tersebut menampakkan hubungan
yang positif. Tetapi menurut Robert Thoules dari hasil temuan Gofer, memang
menunjukkan bahwa kegiatan orang yang belum berumah tangga sedikit lebih banyak
dari mereka yang telah berumah tangga, sedangkan kegiatan keagamaan orang yang
sudah bercerai, jauh lebih banyak dari keduanya. Temuan ini menurut Thoules
menunjukkan bahwa kegiatan keagamaan berkolerasi terbalik dengan tingkat
pemenuhan seksual sebagai sesuatu yang di harapkan bila penyimpangan seksual
itu benar-benar merupakan salah-satunya factor yang mendorong dibalik perilaku
keagaaman itu. Salah satu bagian yang mencolok mengenai hal itu adalah
kecenderungan emosi keagamaan yang di ekspresikan dalam bahasa cinta manusia.
Hal ini sering terdapat dikalangan penulis mistik .
Pengalaman
batin kaum supi ini digambarkan oleh
sebagai berikut :
“Dimasa awal perjalanannya,calon supi dengan Tuhan dipengaruhi rasa
takut atas dosa –dosa yang dilakukannya. Rasa takut itu kemudian berubah
menjadi rasa was-was apakah taubatnya akan diterima oleh Tuhan sehingga ia
dapat meneruskan perjalananya mendekti tuhan .
Lambat laun ia rasakan bahwa tuhan bukan lah Dzat yang suka murka, tapi
cat yang saying dan kasi kepada hambanya.Rasa takut dan hilang dan timbul
gantinya rasa cinta kepada Tuhan.Pada stasiun Ridho rasa cinta kepada tuhan
bergelora dalam hatinya. Maka ia sampai stasion mahabbah cinta pada ilahi.
Supi memberikan arti mahabbab sebagai berikut : pertama, memeluk
kepatuhan kapada tuhan dan membenci sikap melawan kepadanya. Kedua,menyerah
seluruh diri kepada yang di kasihi. Ketiga, mengosongkan diri dari
segala-galanya, kecuali dari diri yang dikasihi “[3]
Barang kali temuan Gofer maupun maupun pernyatan Thouless dapat di
pertanggung jawabkan.Sebab dalam sejumlah kasus tentang perilaku keagamaan
boleh dikatakan tak ditemukan hubungannya dengan frustasi seksual. Tokoh-tokoh
seperti Shidarta Gautama ternyata masih cukup muda usia saat memilih hidup
sebagai seorang suci demikian pula
jumlah tokoh agama dalam agama Kristen yang memilih hidup di lingkungan biara
yang sama sekali menjauhhkan diri kehidupan berumah tangga. Kehidupan membujan
yang dipilih mereke sejak usia muda, yang secara biologis masi memiliki
dorongan seksual yang potensial.
Menganalisis hasil penelitian M.Argyle dan Elie A.Cohen,Robert H.
Thouless Cenderung berkeskesimpulan bahwa yang menentukan berbagai sikap
keagaman di umur tua diantaranya adalah Deporsenalisasi. Kecenderungan
hilangnya identifikasi diri dengan tubuh dan juga cepatnya akan datang kematian
merupakan salah satu factor yang menentukan berbagai sikap keagaman di usia
lanjut.
Berbagai latar belakang yang menjadi penyebeb kecenderungan sikap
keagamaan pada manusia usia lanjut, seperti dikemukakan diatas bagaimanapun
turut member gambaran tentang cirri-ciri keberagaman mereka.Secara garis besarnya
cirri-ciri kebersamaan usia lanjut adalah [4]:
1. Kehidupan
keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan. Meningkatnya kecenderungan untuk
menerima pendapat keagamaan
2. Mulai
muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara lebih
sungguh-sungguh
3. Sikap
keagaman cenderung mengarah pada kebutuhan saling cinta antar sesame manusia
serta sifat-sifat luhur
4. Timbul
rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia
lanjutnya.
5. Perasaan
takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap
keagamaan dan kepercayaan terhadap kehidupan abadi (akhirat ).
B.
Perlakuan
Terhadap Usia Lanjut Menurut Islam
Manusia usia lanjut dalam penilaian
banyak orang adalah manusia yang sudah tidak produktif lagi. kondisi fisik rata
– rata sudah menurun, sehingga dalam kondisi yang sudah uzur ini berbagai
penyakit siap untuk menggerogoti mereka. Dengan demikian, di usia lanjut ini
terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka berada pada sisa – sisa umur
menunggu datangnya kematian.
Kajian psikologi berhasil
mengungkapkan bahwa di usia melewati setengah baya, arah perhatian mengalami
perubahan yang mendasar. Bila sebelumnya perhatian diarahakan pada kenikmatan
materi dan duniawi, maka pada peralihan ke usia tua Ini, perhatian lebih
tertuju kepada upaya menemukan ketenangan batin. Sejalan dengan perubahan itu
maka masalah – masalah yang berkaitan dengan kehidupan akhirat mulai menarik
perhatian mereka.
Perubahan orientasi ini antara lain
disebabakan oleh pengaruh psikologis. Disatu pihak kemamapuan fisik pada usia
tersebut sudah mengalami penurunan. Sebaliknya di pihak lain, mereka memiliki
khazanah penglaman yang kaya.
Kejayaan masa lalu yang pernsh
diperoleh sudah tidak lagi memperoleh perhatian, karena secara fisik mereka
dinilai sudah lemah. Kesenjangan ini menimbulkan gejolak dan kegelisahan –
kegelisahan batin.
Pada usia senja ini, lazimnya
manusia manusia masih ingin memperoleh pengakuan kejayaan dan prestasi masa lalu
yang pernah dicapainya. Tetapi setelah kejayaan itu lepas, baik karena pension
ataupun tidak aktif lagi dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan. Bila selama
karir kepegawaian ia pernah menjadi pejabat, maka setelah pension ia sama
sekali tidak memiliki kekuasaan lagi. Perintah atau acuan telunjuknya sudah
hambar, karena sudah kehilangan anak buah dan bawahan. Demikian pula bila kasus
seperti itu terjadi pada tokoh masyarakat yang pernah dielu – elukan. Setelah
mencapai usia senja akan timbul perasaan diasingkan.
Pergulatan antara kejayaan dan
ketidakberdayaan diri seperti itu, merupakan situasi batin yang dialami manusia
usia senja. Makin bertambah usia akan semakin tersiksa dirinya. Untuk mengatasi
kendala psikologis seperti ini, umumnya manusia usia lanjut ini akan menempuh
berbagai jalan yang diperkirakan dpat meredam gejolak batinnya. Diantara
alternative yang cenderung dipilih adalah ikut aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan, kegiatan sosial keagamaan, ikut dalam kegiatan organisasi
politik ataupun menulis autobiografi.
Selain itu, gejala psikologis yang
ditampilkan manusia usia senja ini adalah berupa pernyataan – pernyataan
controversial dan kritik terhadap hasil kerja generasi muda. Mereka seakan
sulit mengemukakan pujian terhadap sukses maupun prestasi yang dicapai oleh
generasi muda ini dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, kelompok usia ini
sulit hidup akur dan berdampingan dengan generasi muda. Ada semacam
kecenderungan dalam diri mereka untuk senantias dipuji dan dibanggakan.
Dalam konsep islam perlakuan
terhadap manusia usia lanjut dianjurkan seteliti dan setelaten mungkin.
Perlakuan terhadap orang tua yang berusia lanjut dibebankan kepada anak – anak
mereka, bukan kepada badan atau panti asuhan, termasuk panti jompo. Penrlakuan
terhadap orang tua menurut tuntunan islam berawal dari rumah tangga. Allah
menyebutkan pemeliharaan secar khusus orantua yang lanjut usia dengan
memerintahkan kepada anak – anak mereka untuk memperlakukan kedua orang tua
mereka dengan kasih sayang.
Islam mengajarkan bahwa dalam
perkembangannya, manusia mengalami penurunan kemampuan sejalan dengan
pertambahan usia mereka.
`tBur çnöÏdJyèœR çmó¡Åe6uZçR ’Îû
È,ù=sƒø:$# ( Ÿxsùr& tbqè=É)÷ètƒ ÇÏÑÈ
Artinya: Dan Barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya
niscaya Kami kembalikan Dia kepada kejadian(nya)]. Maka Apakah mereka tidak
memikirkan?
Dalam Alquran dan terjemahannya
dikemukakan bahwa kami kembalikan kepada kejadiannya, yaitu dikembalikan
kepadakepada keadaan manusia ketika ia baru dilahirkan, yaitu lemah fisik dan
kurang akal. Yang dikatakan maksud dengan ayat tersebut adalah, bila manusia
dipanjangkan umurnya ke usia lanjut, maka ia akan kembali menjadi seperti bayi,
yaitu tidak mengetahui sesuatupun. Manusia usia lanjut itu juga layaknya
seorang bayi yang kekuatannya menjadi melemah, hanya secara fisik saja terlihat
lebih besar dari bayi.[5]
Dari penjelasan diatas tergambar
bagaimana perlakuan terhadap manusia usia lanjut menuut ajaran islam. Manusia
usia lanjut dipandang tak ubahnya seorag bayi yang memerlukan pemeliharaan dan
perawatan serta perhatian khusus dengan penuh kasih sayang. Perlakuan yang
demikian it tidak dapat diwakilkan kepada siapapun, melainkan menjadi tanggung
jawab anak – anak mereka. Perlakuan yang baik dan penuh kesabaran serta kasih
sayang yang dinilai sebagai kebaktian. Sebaliknya, perlakuan yang tercela
dinilai sebagai kedurhakaan.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa
perlakuan terhadap manusia usia lanjut menurut islam merupakan kewajiban agama,
maka sangat tercela dan dipandang durhaka bila seorang anak tega menempatkan
orangtuanya di tempat penampungan atau panti jompo. Alas an apapun tak dapat
diterima bagi perlakuan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Usia lanjut adalah usia daripada
puncak dari segala usia dalam hidup ini, beruntunglah orang yang diberi Allah
hidayah dengan umur yang panjang hingga ia bias mencapai usia lanjut yaitu usia
65 -70 tahun.
Pada masa ini adalah puncak dari
kematangan beragama, ia sudah dapat menerima ajran gama itu seluruhnya, ini
juga krenai ia yakin bahwa kematian itu sudah semakin dekat dengannya.
Oleh karena itu diharapkan pada
masa ini manusia harus sadar bahwa kemampuan motoriknya ssudah banyak
berkurang, sehingga sudah saatnya perbanyaklah persiapan buat ke akhirat,
maslah keduniaan ini serahkanlah kepada yng lebih muda, selayaknya ia hanya
sebagai pemantau dan pengoreksi bagi kaum muda.
DAFTAR PUSTAKA
Ali
ash shoubouny, shafwat al – tafsir, ( Beirut: jami’ al huquq al mahfudhah,
1980)
Jalaludin,
Psikologi Agama, (Jakarta: pt raja grafindo persada, 2007)
Harun
nasution, Filsafat Mistisme Dalam Islam, ( Jakarta: bulan bintang, 1973)
Robert H Thouless, Pengntar Psikologi Agama(
jakarta: rajawali 1992)
[1]
Rita Atkinson, introduction to psychology, ( new York: Harcourt brace javanovich, 1993), h. 99
[2]
Robert H Thouless, pengntar psikologi agama( jakarta: rajawali 1992), h. 108
[3]
Harun nasution, filsafat mistisme dalam islam, ( Jakarta: bulan bintang, 1973),
h. 167
[4]
Jalaludin, psikologi agama, (Jakarta: pt raja grafindo persada, 2007), h. 113
[5][5]
Ali ash shoubouny, shafwat al – tafsir, ( Beirut: jami’ al huquq al mahfudhah,
1980), h. 22
Diposkan
oleh andanapohan sang inovator di 21.21
0 Response to "Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Usia Lanjut"
Post a Comment