Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ekonomi Islam



PERILAKU KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
A.  Kebutuhan Fitrah Manusia sebagai Dasar Ekonomi Islami
       Manusia adalah makhluk multi dimensional, di dalam diri manusia terdapat aspek-aspek yang menggerakkan manusia bertindak dan membutuhkan sesuatu. Beberapa aspek tersebut biasanya memberikan dasar pijakan bagi pengembangan sesuatu.
 Manusia itu terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang dilengkapi dengan akal dan hati. Unsur – unsur manusia itu memiliki kebutuhannya masing-masing. Guna mempertahankan hidupnya manusia perlu makan, minum dan perlindungan. Seperti dalam al-Qur’an surat al-A’raaf : 31
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

 Tetapi manusia bukanlah semata-mata terdiri dari tubuh saja, sehingga semua persoalan tidak dapat dengan hokum-hukum fisik semata. Manusia juga adalah makhluk biologis, karena itu juga tunduk pada hukum-hukum biologis. Guna melestarikan keturunannya manusia mempunyai alat reproduksi dalam dirinya yang ditandai oleh kecendrungan berupa seks dan berkembang biak. Sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an surat Ali Imran : 14
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
       Manusia juga memiliki akal yang membutuhkan sarana berupa ilmu pengetahuan dan kemampuan untuk memikirkan berbagai rahasia dari ciptaan Allah yang ada di langit dan dibumi. Sebagai makhluk rasional sifat akal selalu menuntut kepuasan. Dari sudut pandang ini maka ilmu pengetahuan adalah merupakan tuntutan kebutuhannya. Seperti yang tercantum dalam al-Qur’an surat Ali Imran :189
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.
       Manusia juga makhluk sosial yang didorong oleh watak aslinya untuk bergaul dengan manusia lainnya. Keinginan alamiah untuk menjalin hubungan permanent antara pria dan wanita, ketergantungan anak manusia akan perlindungan orang tuanya, keinginan manusia untuk membela kepentingan keturunannya dan mempertahankan kasih sayang antara saudara sedarah, kesemuanya itu merupakan kecenderungan alami yang mengarahkan mereka dalam membangun kehidupan sosialnya.
       Agar manusia selalu terdorong untuk berusaha memenuhi kebutuhannya, Allah menghiasi pula dengan nafsu dan keinginan, baik untuk memperoleh kesenangan biologis maupun kesenangan lainnya seperti kecintaan kepada harta yang banyak, dari jenis emas dan perak , binatang ternak dan sawah ladang.
       Nafsulah yang merupakan motivator bagi manusia untuk selalu berusaha memenuhi keinginannya tersebut. Guna memenuhi keinginannya itu, sang nafsu lalu meminta bantuan akal untuk mencari cara yang paling cepat dan mudah untuk mendapatkannya. Akal akan menawarkan berbagai alternative, sesuai dengan kapasitasnya. Kualitas akal ini akan tergantung pada pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, sedangkan tawaran alternative metode yang disarankan oleh akal tersebut bisa bersifat rasional atau irrasional.
       Manusia juga merupakan makhluk moral spiritual, yang mampu membedakan antara kebaikan dan kejahatan, memiliki dorongan bawaan untuk mencapai realitas di luar pengertian akal. Fungsi dari moral spiritual ini diperankan oleh hati. Dalam hal ini, hati berfungsi memberikan pertimbangan kepada nafsu, apakah jenis kebutuhan yang diinginkannya itu halal atau haram, bermanfaat ataukah membahayakan dirinya, jumlah kebutuhan yang diinginkannya itu wajar ataukah berlebihan dan cara mendapatkannya itu layak ataukah tidak untuk diperturutkan dan dilaksanakan.
       Kualitas dari pertimbagan hati itu akan tergantung kepada system nilai yang dianutnya dan intensitasnya mengingat Illahi yang diimaninya. Apabila hati beriman kepada Allah dan selalu mengingat-Nya dengan intensitas yang tinggi, maka nilai pertimbangannya pun semakin baik sesuai dengan norma-norma etika yang telah ditetapkan oleh Allah.
       Akumulasi interaksi antara nafsu, akal dan hati inilah yang akan menentukan kualitas nilai diri manusia tersebut. Diri yang simbang hanya akan memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan fitrahnya saja, yaitu kebutuhan yang dihalalkan oleh Allah SWT.
       Secara singkat dapat dikatakan bahwa manusia yang terdiri dari keseluruhan sifat-sifat tersebut ( fisik, biologis, intelektual, spiritual dan sosiologis) memiliki kebutuhan masing-masing yang dipadukan bersama-sama. Keseimbangan pemenuhan kebutuhan masing-masing unsur tersebut akan sangat bergantung kepada lemah kuatnya dorongan nafsu dan kualitas pengendalian yang diperani oleh akal dan hati. Akal dan hati yang berkualitas pasti akan membatasi konsumsinya sebatas kebutuhan fitrahnya. Konsumsi yang melebihi kebutuhan fitrah adalah kebutuhan palsu, yang justru akan merusak dirinya.

B.  Teori perilaku konsumsi konvensional
 Perilaku konsumen timbul akibat adanya kendala keterbatasan pendapatan di satu sisi dan adanya keinginan untuk mengkonsumsi barang dan jasa sebanyak-banyaknya agar diperoleh kepuasan maksimal. Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan yaitu pendekatan nilai guna (utility) cardinal dan pendekatan nilai guna ordinal.
1.    Pendekatan nilai guna (utility) kardinal.
 Pendekatan nilai guna kardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif, konsumen akan memaksimumkan kepuasan yang dapat dicapainya. Kalau kepuasan itu semakin tinggi maka makin tinggilah nilai gunanya atau utilitinya.
 Nilai guna dibedakan dengan dua pengertian yaitu nilai guna total dan nilai guna marginal. Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marginal berarti penambahan (atau pengurangan ) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan (atau pengurangan) penggunaan satu unit barang.
 Hipotesa utama teori nilai guna atau lebih dikenal sebagai hukum nilai guna marginal yang semakin menurun, menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya ke atas barang tersebut. Pada akhirnya tambahan nilai guna akan menjadi negative yaitu apabila konsumsi ke atas barang tersebut ditambah satu unit lagi maka nilai guna total akan menjadi semakin sedikit.
 Asumsi dari pendekatan ini adalah :
Konsumen rasional. Konsumen bertujuan memaksimalkan kepuasannya dengan batasan pendapatannya.
Diminishing Marginal Utility artinya tambahan utilitas yang diperoleh konsumen makin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari komoditas tersebut.
Pendapatan konsumen tetap.
Constant Marginal Utility of Money artinya uang mempunyai nilai subjektif yang tetap.
 Setiap orang akan berusaha untuk memaksimumkan nilai guna dari barang-barang yang dikonsumsikannya. Apabila yang dikonsumsikannya hanya satu barang saja, tidak sukar untuk menentukan pada tingkat mana nilai guna dari menikmati barang itu akan mencapai tingkat yang maksimum. Tingkat itu dicapai pada waktu nilai guna total mencapai tingkat maksimum. Tetapi kalau barang yang digunakan adalah berbagai-bagai jenisnya, cara untuk menentukan corak konsumsi barang-barang yang akan menciptakan nilai guna yang maksimum menjadi lebih rumit.
 Dalam keadaaan dimana harga-harga berbagai baranng adalah berbeda syarat yang harus dipenuhi agar barang-barang yang dikonsumsikan akan memberikan nilai guna yang maksimum adalah setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna marginal yang sama besarnya.
 Walaupun teori ini telah berhasil menyusun formulasi fungsi permintaan secara baik tetapi pendekatan ini masih dianggap mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan dan kritik terhadap pendekatan ini adalah :
a.    Sifat subjektif dari daya guna dan tidak adanya alat ukur yang tepat dan sesuai, maksudnya asumsi dasar bahwa kepuasan konsumen dapat diukur dengan satuan rupiah atau util penerapannya akan sulit dilakukan. Di samping itu nilai dari daya guna suatu barang sangat bergantung pada penilainya, sehingga akan sulit untuk membuat generalisasi dari analisis seseorang atau sekelompok orang.
b.  Constant Marginal Utility of money. Biasanya makin banyak seseorang memiliki uang maka penilaian terhadap satuan uang itu makin rendah. Oleh sebab itu nilai uang yang tetap masih diragukan .
c.  Diminishing marginal utility sangat sulit diterima sebagai aksioma sebab penilaiannya dari segi psikologis yang sangat sukar.

2.    Analisis kurva kepuasan sama.( pendekatan ordinal)
 Pendekatan ini diperkenalkan oleh J.Hicks dan R.J.Allen. Dalam pendekatan ini daya guna suatu barang tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi rendahnya daya guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok barang.
 Pendekatan yang diapakai dalam teori ordinal adalah Indefernce Curve yakni kurva yang menunjukkan kombinasi 2 (dua) macam barang konsumsi yang memberikan tingkat kepuasan yang sama. Asumsi dari pendekatan ini adalah :
Konsumen rasional.
Konsumen mempunyai pola preferensi terhadap barang yang disusun berdasarkan urutan besar kecilnya daya guna.
Konsumen mempunyai sejumlah uang tertentu.
Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum.
Konsumen konsisten, artinya bila A lebih dipilih daripada B karena A lebih disukai daripada B, dan tidak berlaku sebaliknya B lebih dipilih daripada A;
Berlaku hokum transitif, artinya bila A lebih disukai daripada B, dan B lebih disukai daripada C maka A lebih disukai daripada C.
 Dasar pemikiran dari pendekatan ini adalah semakin banyak barang yang dikonsumsi semakin memberikan kepuasan terhadap konsumen. Pilihan konsumen tersebut banyak sekali, sehingga dapat dibangun indefernce curve yang tidak terhingga banyaknya. Titik kepuasan konsumen yang paling tinggi adalah titik T (bliss point) yang menggambarkan bahwa konsumen telah mengkonsumsi jumlah barang X dan Y tidak terhingga.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ekonomi Islam"

Post a Comment