Pendidikan
merupakan suatu rekayasa untuk mengendalikan learning guna mencapai
tujuan yang direncanakan secara efektif dan efisien. Dalam proses rekayasa ini
peranan "teaching" amat penting, karena merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan
dan nilai kepada siswa sehingga apa yang ditransfer memiliki makna bagi diri
sendiri, dan berguna tidak saja bagi dirinya tetapi juga bagi masyarakatnya.
Mengajar hanya dapat
dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang yang telah melewati pendidikan
tertentu yang memang dirancang untuk mempersiapkan guru. Dengan kata lain,
mengajar merupakan suatu profesi.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan masyarakat, muncul dua kecenderungan: Pertama, proses mengajar menjadi
sesuatu kegiatan yang semakin bervariasi, kompleks, dan rumit. Kedua, ada
kecenderungan pemegang otoritas structural, ingin memaksakan kepada guru untuk
mempergunakan suatu cara mengajar yang kompleks dan sulit. Sebagai akibat
munculnya dua kecenderungan di atas, maka guru dituntut untuk menguasai
berbagai metode mengajar dan diharuskan menggunakan metode tersebut. Misalnya,
mengharuskan mengajar dengan CBSA. Untuk itu, guru harus dilatih dengan
berbagai metode dan perilaku mengajar yang dianggap canggih. Demikian pula, di
lembaga pendidikan guru, para mahasiswa diharuskan menempuh berbagai mata
kuliah yang berkaitan dengan mengajar. Namun sejauh ini perkembangan mengajar
yang semakin kompleks dan rumit belum memberikan dampak terhadap mutu siswa
secara signifikan. Tidaklah mengherankan kalau kemudian muncul pertanyaan mengapa
mengajar menjadi sedemikan kompleks dan rumit?
a.
Profesi mengaiar
Pekerjaan profesional dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: Hard profession dan Soft Profession. Suatu
pekerjaan dapat dikategorikan sebagai hard profession apabila pekerjaan tersebut
dapat didetailkan dalam perilaku dan langkah-langkah yang jelas dan relatif
pasti. Pendidikan yang diperlukan bagi profesi ini adalah menghasilkan output pendidikan
yang dapat distandarisasikan. Artinya,
kualifikasi lulusan jelas dan seragam di manapun pendidikan itu berlangsung.
Dengan kualifikasi ini seseorang sudah mampu dan akan terus mampu melaksanakan
tugas profesinya secara mandiri meskipun tanpa pendidikan lagi. Pekerjaan
dokter dan pilot merupakan contoh yang tepat untuk mewakili kategori hard profession. Sebaliknya,
kategori soft profession adalah diperlukannya
kadar seni dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Ciri pekerjaan tersebut tidak
dapat dijabarkan secara detail dan pasti. Sebab, langkah-langkah dan tindakan
yang harus diambil, sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi tertentu.
Implikasi kategori soft profession tidak menuntut pendidikan yang dapat
menghasilkan lululsan dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan
dibekali dengan kemampuan minimal. Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus
ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga in-service framing bagi soft-profession amat
penting. Barangkali, wartawan
dan advokat, merupakan contoh dari kategori profesi ini.
Mengajar merupakan suatu seni untuk mentransfer
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diarahkan oleh nilai-nilai
pendidikan, kebutuhan-kebutuhan individu siswa, kondisi lingkungan, dan
keyakinan yang dimiliki oleh guru. Dalam proses belajar mengajar, guru adalah
orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang
menarik, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas norma-norma
yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model
bagi para siswa. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan
masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati
batasbatas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Dalammelaksanakan tugas tersebut guru akan dihadapkan pada perbagai problem
yang muncul dan sebagian besar problem tersebut harus segera dipecahkan serta
diputuskan pemecahannya oteh guru itu sendiri pada waktu itu pula. Sebagai
konsekuensinya, yang akan dan harus dilakukan oleh guru tidak mungkin dapat
dirumuskan dalam suatu prosedur yang baku.
Agar transfer tersebut dapat berlangsung dengan
lancar, maka guru paling tidak harus senantiasa melakukan tiga hal: a)
menggerakkan, membangkitkan dan menggabungkan seluruh kemampuan yang dimiliki
siswa; b) menjadikan apa yang ditransfer menjadi sesuatu yang menantang diri
siswa, sehingga muncul intrinsic-motivation untuk
mempelajarinya; dan, c) mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer
sehingga menimbulkan keterkaitan dengan pengetahuan yang lain.
Profesi guru adalah lebih cocok dikategorikan sebagai Soft Profession. Karena
dalam mengajar guru dapat melaksanakan dengan berbagai cara yang tidak harus
mengikuti suatu prosedur baku, dan aspek dan "sense" dan "art" memegang
peran yang amat penting. Misalnya, mungkin saja seorang guru mengajar dengan
menyajikan kesimpulan pada awal pelajaran yang kemudian baru dilaksanakan
pembahasan. Pada kesempatan lain,
ia mengajar dengan menyampaikan bahasan dulu baru menarik kesimpulan. Kalau
dokter membedah dahulu baru kemudian membius berarti dokter tersebut melakukan
malpraktek, dan pasti akan menghasilkan kecelakaan.
Namun, dewasa ini pekerjaan mengajar diperlakukan
sebagai hard profession, sehingga mengajar menjadi
suatu proses yang sedemikian kompleks. Sebagai konsekuensinya, maka perlu
disusun suatu prosedur perilaku baku dalam mengajar. Secara sadar atau tidak,
proses pembakuan prosedur mengajar ini mematikan kreativitas guru. Akibat lebih
jauh adalah pekerjaan mengajar bersifat inhuman, diperlakukan sebagai suatu
bagian dalam proses industri, yang dapat dikendalikan dan diatur dengan
serangkaian Juklak dan Juknis. Kematian kreativitas guru sebagai suatu
kehilangan yang patut ditangisi. Sebab, kreativitas adalah merupakan
"ruh" dalam proses belajar mengajar.
b.
Dimensi mengajar
Proses transfer pengetahuan atau sering
dikenal dengan istilah Proses Belajar Mengajar (PBM) memiliki dua dimensi.
Pertama adalah aspek kegiatan siswa: Apakah kegiatan yang dilakukan siswa
bersifat individual atau bersifat kelompok. Kedua, aspek orientasi guru atas
kegiatan siswa: Apakah difokuskan pada individu atau kelompok. Berdasarkan dua
dimensi yang masing-masing memiliki dua kutub tersebut terdapat empat model
pelaksanaan PBM. Pertama, apa yang disebut Self-Study. Yakni, kegiatan siswa
dilaksanakan secara individual dan orientasi guru dalam mengajar juga bersifat
individu. Model pertama ini memusatkan perhatian pada diri siswa. Agar siswa
dapat memusatkan perhatian perlu diarahkan oleh dirinya sendiri dan bantuan dari
luar, yakni guru. Siswa harus dapat mengintegrasikan pengetahuan yang baru
diterima ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki. Untuk pelaksanaan
model Self-Study ini perlu didukung dengan peralatan
teknologi, seperti komputer. Keberhasilan model ini ditentukan terutama oleh
kesadaran dan tanggung jawab pada diri sendiri.
Kedua, apa yang dikenal dengan istilah
cara mengajar tradisional. Model ini memiliki aktivitas siswa bersifat
individual dan orientasi guru mengarah pada kelompok. Pada model ini kegiatan
utama siswa adalah mendengar dan mencatat apa yang diceramahkan guru. Seberapa
jauh siswa dapat mendengar apa yang diceramahkan guru tergantung pada ritme
guru membawakan ceramah itu sendiri. Siswa akan dapat mengintegrasikan apa yang
didengar ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki apabila siswa dapat
mengkaitkan pengetahuan dengan apa yang diingat. Model ini sangat sederhana, tidak memerlukan dukungan
teknologi, cukup papan tulis dan kapur. Keberhasilan model ini
banyak ditentukan oleh otoritas guru.
Ketiga, apa yang disebut model Persaingan.
Model ini memiliki aktivitas yang bersifat kelompok, tetapi orientasi guru
bersifat individu. Model ini menekankan partisipasi siswa dalam kegiatan PBM,
semua siswa harus aktif dalam kegiatan kelompok tersebut. Seberapa jauh siswa
dapat berpartisipasi dalam kegiatan akan ditentukan oteh seberapa jauh kegiatan
memiliki kebebasan dan dapat membangkitkan semangat kompetisi. Pengetahuan yang
diperoleh dan dapat dihayati merupakan hasil diskusi dengan temannya. Model ini memerlukan teknologi baik berupa alat
ataupun berupa manajemen seperti bentuk konferensi dan seminar. Keberhasilan
model ini terutama ditentukan oleh adanya saling hormat dan saling mempercayai
di antara siswa. CBSA, merupakan salah satu contohnya.
Keempat, apa yang dikenal dengan
istilah Model Cooperative-Collaborcitive. Model
ini memiliki aktivitas siswa yang bersifat kelompok dan orientasi guru juga
bersifat kelompok. Model ini menekankan kerjasama di antara para siswa,
khususnya. Kegiatan siswa di
arahkan untuk mencapai tujuan bersama yang telah merupakan konsensus di antara
mereka. Konsensus ini didasarkan pada nilai-nilai yang dihayati bersama. Oleh
karena itu, dalam kelompok akan senantiasa dikembangkan pengambilan keputusan. Kebersamaan
dan kerjasama dalam pembelajaran merupakan kerjasama di antara para siswa untuk
mencapai tujuan belajar bersama. Di samping tujuan bersama yang akan dicapai,
kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran ini juga di arahkan untuk
mengembangkan kemampuan kerjasama di antara para siswa. Dengan pendekatan ini,
guru tidak selalu memberikan tugas-tugas secara individual, melainkan secara
kelompok. Bahkan penentuan hasil evaluasi akhirpun menggunakan prinsip
kelompok. Artinya, hasil individu siswa tidak hanya didasarkan kemampuan
masing-masing, tetapi juga dilihat berdasarkan hasil prestasi kelompok. Dengan
demikian, siswa yang pandai akan menjadi tutor membantu siswa yang kurang
pandai demi prestasi kelompok sebagai satu kesatuan. Setiap siswa tidak hanya
bertanggung jawab atas kemajuan dan keberhasilan dirinya, tetapi juga
bertanggung jawab atas keberhasilan dan kemajuan kelompoknya.
Keempat model tersebut tidak ada yang
lebih baik satu atas yang lain. Sebab modal mengajar yang baik adalah model
mengajar yang cocok dengan karakteristik materi, kondisi siswa, kondisi
lingkungan dan kondisi fasilitas. Di samping itu pula, di antara keempat model
tersebut tidaklah bersifat saling meniadakan. Artinya, sangat mungkin dalam
mengajar memadukan berbagai model tersebut di atas.
Keempat model tersebut pada intinya
menekankan bahwa dalam proses belajar mengajar apa yang dilaksanakan memiliki
empat aspek, yakni: a) menyampaikan informasi, b) memotivasi siswa, c)
mengkontrol kelas, dan, d) merubah social arrangement.
0 Response to "Profil Guru Masa Depan"
Post a Comment