1.
Meningkatkan Kualitas Guru
Setiap kali kita berada pada masa akhir
tahun ajaran sekolah perhatian masyarakat akan tertuju kepada betapa rendahnya
kualitas pendidikan sekolah menengah yang ditunjukkan dengan rendahnya hasil
nilai ebtanas murni (NEM). Rendahnya skor di atas akan senantiasa dikaitkan
dengan rendahnya mutu guru dan rendahnya kualitas pendidikan guru. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan sasaran sentral yang dibenahi
adalah kualitas guru dan kualitas pendidikan guru.
Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas
guru dan pendidikan guru telah dilaksanakan dengan berbagai bentuk pembaharuan
pendidikan, misalnya diintroduksirnya proyek perintis sekolah pembangunan,
pengajaran dengan system modul, pendekatan pengajaran CBSA, tetapi mengapa
sampai detik ini usaha-usaha tersebut belum juga menunjukkan hasilnya?
2.
Mengabaikan guru
Sudah banyak usaha-usaha yang dilaksanakan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya kualitas guru dan pendidikan
guru yang dilaksanakan oleh pemerintah. Namun patut disayangkan usaha-usaha
untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan guru tersebut dilaksanakan
berdasarkan pandangan dari "luar kalangan guru ataupun luar pendidikan
guru". Terlalu banyak kebijaksanaan di bidang pendidikan yang bersifat
teknis diambil dengan sama sekali tidak mendengarkan suara guru. Pengambilan
keputusan yang menyangkut guru di atas seakan-akan melecehkan guru sebagai
seseorang yang memiliki "kepribadian".
Sebagai contoh yang masih hangat adalah
diintroduksirnya pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif dalam proses belajar
mengajar. Keyakinan para pengambil kebijaksanaan atas kehebatan CBSA telah
mendorong dikeluarkannya penetapan keharusan guru untuk menggunakan pendekatan
tersebut dalam proses belajar mengajar. Barangkali
keyakinan ini tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga berdasarkan hasil-hasil
penelitian. Namun sayangnya penetitian-penelitian yang menyangkut proses
belajar mengajar di kelas selama ini lebih banyak bersifat informatif sehingga
jauh dari memadai dikarenakan penelitian tersebut melihat pengajaran pandangan
"luar guru".
Pengambil
kebijaksanaan di bidang pendidikan tidak pernah menghayati apa dan bagaimana
yang sesungguhnya terjadi di ruang-ruang kelas. Misalnya, dampak jumlah murid
yang besar, keberanian murid untuk menyampaikan gagasan rendah, motivasi lebih
terarah untuk belajar guna menghadapi tes daripada belajar untuk memahami
pelajaran yang disampaikan guru, target materi pelajaran yang begitu berat bagi
seorang guru, dan sebagainya. Kalau hal-hal tersebut mendapat perhatian niscaya
kebijaksanaan yang berkaitan dengan pendekatan pengajaran bisa lain,
paling tidak untuk sementara waktu.
Patut disimak
misalnya pertanyaan yang diajukan oleh guru-guru: "Mengapa kita tidak
dilatih saja bagaimana cara mengajar dengan ceramah yang paling tepat dan baik,
dari pada diharuskan mengajar dengan CBSA? Seharusnya sesudah bisa melaksanakan
pengajaran dengan metode ceramah yang benar baru kita belajar metode yang
lain".
Tersendat-sendatnya
pelaksanaan CBSA dewasa ini merupakan bukti bahwa setiap kebijaksanaan di
bidang pendidikan, apalagi pengajaran di kelas, yang meninggalkan pandangan
guru sebagai orang yang paling tahu keadaan kelas cenderung mengalami
kegagalan, sebab "pandangan guru" sangat diperlukan dalam setiap
usaha peningkatan kualitas hasil pendidikan.
3. Mentalitas dan vitalitas
Ada tiga kegiatan
penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa meningkatkan kualitasnya sehingga
bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi. Pertama
para guru harus memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan
dengan pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan
peserta didik. Tukar pikiran tersebut bisa dilaksanakan dalam perternuan guru
sejenis di sanggar kerja guru, ataupun dalam seminar-seminar yang berkaitan
dengan hal itu. Kegiatan ilmiah ini hendaknya selalu mengangkat topik
pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil pertemuan bisa digunakan
secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Hanya
perlu dicatat, dalam kegiatan ilmiah semacam itu hendaknya faktor-faktor yang
bersifat struktural administrative harus disingkirkan jauh-jauh. Misalnya,
tidak perlu yang memimpin pertemuan harus kepala sekolah.
Kedua, akan lebih
baik kalau apa yang dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang dihadiri
para guru adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para guru
sendiri. Dengan demikian guru harus melakukan penelitian. Untuk ini perlulah
anggapan sementara ini bahwa penelitian hanya dapat dilakukan oleh para
akademisi yang bekerja di perguruan tinggi atau oleh para peneliti di
lembaga-lembaga penelitian harus dibuang jauh-jauh. Justru sekarang ini perlu
diyakini pada semua fihak bahwa hasil-hasil penelitian-penelitian tentang apa
yang terjadi di kelas dan di sekolah yang dilakukan oleh para guru adalah
sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab para gurulah yang
nyata-nyata memahami dan manghayati apa yang terjadi di sekolah, khususnya di
kelas.
Masih terlalu banyak
masalah-masalah yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas yang
sampai saat ini belum terpecahkan dan perlu untuk dipecahkan. Misalnya,
langkah-langkah apa harus dilaksanakan untuk menghadapi murid yang malas atau
mempunyai jati diri yang rendah atau pemalu di kelas. Bagaimana mendorong
peserta didik agar mempunyai motivasi untuk membaca. Bagaimana cara
menanggulangi peserta didik yang senantiasa mengganggu temannya.
Masalah-masalah di atas jarang diteliti, kalaupun pernah diteliti maka
pendekatannya terlalu teoritis akademis sehingga tidak dapat diterapkan dalam
praktek proses belajar mengajar sesungguhnya.
Ketiga, guru harus
membiasakan diri untuk mengkomunikasikan hasil penelitian yang dilakukan,
khususnya lewat media cetak. Untuk itu tidak ada alternatif lain bagi guru
meningkatkan kemampuan dalam menulis laporan penelitian.
0 Response to "Meningkatkan Kualitas Guru"
Post a Comment