BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Ibnu Sina
Ibnu Sina dilahirkan pada masa
kekacauan dimana Khilafah Abbasiyah menglami kemunduran dan negeri-negeri yang
mula-mula berada dibawah kekuasaan Khilafah tersebut mulai melepaskan diri
satu-persatu untuk berdiri sendiri. Kota Baghdad sendiri sebagai pusat
pemerintah Khilafah Abbasiyah dikuasai oleh golongan Bani Muwai pada tahun 334
H dan kekuasaan mereka berlangsung terus sampai tahun 447 H.
Dia
tinggal dibawah kerajaan Iran yang merupakan penduduk utama kebudayaan Persia,
serta dalam sebuah situasi intelektual yang ditandai dengan persetruan antara
orang-orang timur sebagai sekutu dari khurasan dengan orang-orang barat seperti
orang Irak, Syiria, seperti muuh bebuyutan lain seperti budaya Barat-Eropa.
Padahal dia sendiri sebagai menteri pada masa kekuasaan Buwaihiyyah telah
menjalani kehidupan dan tertinggal disebuah kota yang sangat terganggu oleh
berbagai bentuk carut-marut yang disebabkan oleh berbagai kekacauan politik,
social, ekonomi, dan kebudayaan.
Ibnu Sina bernama lengkap Abu Ali
Al-Husain Abdullah Bin Sina atau dalam tulisan arabnya (أبو علي الحسين بن عبد
الله بن سينا). Ibnu Sina lahir pada tahun 980 M/370 H.
di Afsyana sebuah desa kecil dekat Bukharah, sekarang wilayah Uzbekistan
(kemudian Persia). Namun mengenai tahun kelahirnnya ini terjadi perbedaan
dikalangan pakar. Ada yang menyatakan bahwa Ibnu Sina lahir pada:
1.
Tahun 370 menurut Qifthi, Ibnu
Khallikan dan Baihaqi seperti yang tecantum di atas
2.
Tahun 375 menurut keterangan Ibnu Abu
Ushaybi’ah
3. Tahun 373 menurut satu keterangan
4. Tahun 363 menurut keterangan lainnya
Ayahnya,
Abdullah adalah seorang gubernur Samanite yang kemudian ditugaskan di Bukharah.
Ia adalah seorang sarjana terhormat Isma’iliyah, berasal Balkh Khorasan.
Sedangkan ibunya adalah orang asli dimana Ibnu Sina dilahirkan. Yakni di
Afsyanah.
Ibnu Sina
yang lebih dikenal sebagai Aviciena oleh masyarakat barat adalah seorang tokoh
terbesar sepanjang zaman, seorang jenius yang mahir dalam berbagai cabang ilmu.
Dialah pembuat
ensiklopedi terkemuka dan pakar dalam bidang kedokteran, filsafat, logika,
matematika, etika, astronomi, musik, dan puisi.
Ibnu Sina dididik di bawah tanggung jawab seorang guru,
dan kepandaiannya segera membuatnya menjadi kekaguman diantara para
tetangganya; beliau menampilkan suatu pengecualian sikap intelektual dan
seorang anak yang luar biasa kepandaiannya (Child prodigy) yang telah
menghafal Al-Quran pada usia 5 tahun. Kecerdasaannya yang sangat tinggi
membuatnya menonjol sehingga salah seorang gurunya menasehati ayahnya agar Ibnu
Sina tidak terjun kedalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu.
Pada usia 16 tahun Ibnu Sina telah belajar beliau telah
mampu menjadi seorang dokter yang ahli dengan mnggunakan cara eksperimen.
Selanjutnya selama satu setengah tahun memperdalam mantiq dengan seluk
beluknya.
Suatu cerita mengatakan bahwa pada masa itu Ibnu Sina
telah hafal buku metafisika Aristoteles di luar kepala tetapi beliau belum
memahaminya. Tatkalah beliau menemukan buku Al-Farabi yang mengomentari tulisan
Aristoteles tersebut barulah beliau dapat memahami isi buku tersebut dengan
baik. Sehingga beliau sendiri kedudukan Al-Farabi sebagai guru kedua (Al-Mu’allimuts
Tsani).
Setelah ayahnya wafat, beliau meninggalkan Bukharah
karena gangguan politik dan pergi kekota Gorgan, yang terkenal dengan
kebudayaannya yang tinggi. Dan beliau wafat pada tahun 428 H pada usia 58
tahun, beliau pergi setelah menyubangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan
umat manusia dan namanya akan selalu dikenang sepanjang sejarah. Ibnu Sina adalah contoh dari
peradaban besar Iran di zamannya.
a.
Guru-Guru
Tentang
guru Ibnu Sina, tidak banyak yang diketahui. Diantara guru-gurunya Abu Abdullah
Al-Natili yang mengajarkannnya tentang filsafat, mantiq, matematika, geometri
dan kedokteran. Juga Isma’il sang Zahid yang merupakan salah satu gurunya pula.
Tetapi Ia
menyebut seorang penjual makanan yang kelihatannya ahli dalam bidang aritmatika
India dan juga seorang penganjur Isma’iliyah yang pernah mengunjungi ayahnya
yang telah menggolkan tujuan-tujuan Isma’iliyah.
Ibnu Sina
dilahirkan pada masa kekacauan dimana Khilafah Abbasiyah menglami kemunduran
dan negeri-negeri yang mula-mula berada dibawah kekuasaan Khilafah tersebut mulai
melepaskan diri satu-persatu untuk berdiri sendiri. Kota Baghdad sendiri
sebagai pusat pemerintah Khilafah Abbasiyah dikuasai oleh golongan Bani Muwai
pada tahun 334 H dan kekuasaan mereka berlangsung terus sampai tahun 447 H.
B.
Aliran
Filsafat Ibnu Sina
Dalam pertumbuhannya, filsafat sebagai
hasil penilaian para filosof, telah melahirkan berbagai macam pandangan.
Adakalanya, beberapa pandangan saling mendukung, dan adakalanya pula berbeda
dan saling berlawanan. Perbedaan itu
antara lain disebabkan oleh pendekatan yang dipakai berbeda-beda, sehingga
menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula.
Dalam filsafat, dikenal dengan beberapa
aliran atau pandangan antara lain Idealisme, Realisme, Materialisme,
Pragmatisme, dan lain-lain. Amplikasi aliran-aliran filasafat tersebut dalam
pendidikan kemudian menghasilkan filsafat pendidikan.
Dalam dunia pendidikan Islam, terdapat
tiga aliran utama filsafat pendidikan Islam, yaitu :
1. Aliran
Konservatif, dengan tokoh utamanya adalah Al-Ghazali
Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu-ilmu keagamaan
hanya dapat diperoleh dengan kesempurnaan rasio dan kejernihan akal budi,
karena dengan rasio manusia mampu menerima amanat dari Allah dan mendekatkan
diri kepada-Nya.
2. Aliran
Religius-Rasional, dengan tokoh utamanya yaitu Ikwan al-Shafa
3. Aliran
Pragmatis dengan tokoh utamanya adalah Ibnu Khaldun.
Pemetaan demikian antara lain didasarkan pada konsep
keilmuan yang melandasi aliran pemikiran pendidikan Islam tadi. Menariknya,
konsep keilmuan ternyata memang diakui sebagai salah satu tema sentral dalam
spectrum tradisi intelektual Islam. Berdasarkan “peta” aliran itu, kita dapat
menyimpulkan bahwa khazanah pemikiran pendidikan Islam tidaklah monolitik dan
uniform, melainkan variatif dan plural sebagaimana dalam tradisi pemikiran
keislaman lainnya.
C.
Pemikiran
Tokoh Ibnu Sina
1. Pemikiran
Disini kami akan menguraikan sekilas tentang beberapa
pemikran Ibnu Sina dalam dunia filsafat. Diantara pemikiran beliau adalah:
a. Metafisika
Pemikiran metafisika Ibnu Sina bertitik tolak pada pandangan
filsafatnya yang terbagi tiga jenis. Yaitu :
1)
Penting
dalam dirinya sendiri, tidak perlu kepada sebab lain untuk kejadiaannya, selain
dirinya sediri yaitu Tuhan.
2)
Berkehendak
kepada yang lain, yaitu mahluk yang butuh kepada yang menjadikannya.
3)
Mahluk
mungkin, yaitu bisa ada bisa pula tidak ada, dan ia sendri tidak butuh kepada
kejadiannya maksudnya benda-benda yang tidak berakal seperti air, batu, api dan
lain-lain.
b. Hukum Sebab Musabbab
Tuhan adalah sebab yang efesien dari
alam, tidak perlu didahului oleh waktu. Dengan kata lain Ibnu Sina memandang
antara sebab dan akibat, walaupun bagaimana sebab itu, datang juga dari sebab.
Tuhan sebagai sebab, bertindak dalam alam yang bergerak terus menerus dalam
wujudnya, yang adalah sebagai sebab diriny sendiri atau dibutuhkan oleh yang
lain.
c.
Tuhan Maha Mengatur dan Maha Tahu
Devinisi
tentang Tuhan yang Maha Tahu diterangkan Ibnu Sina dalam kitabnya Al-Isyarat
sebagai berikut: “Maha Tahu Adalah perwakilan dalam alam semesta, dalam
pengetahuan abadi dalam suatu waktu tertentu”. Undang pelimpahan Tuhan dalam
bentuk hirarki dan kekhususan adalah dengan pelimpahan rasionil. Keterangan
yang berupa undang alam seperti tersebut di atas menyebabkan orang dapat
melihat bagaimana Ibnu Sina menguraikan tentang sifat maha Tuhan dan mengenai
baik dan buruk. Tampaknya dala bentuk yang demikian itu, orang akan merasa
psimis, dan memberikan uraiannya bahwa antara baik dan buruk, baiklah yang akan
menang. Oleh karena itu ia menyempurnakan
wujudnya.
d. Akal
Ibnu Sina
merumuskan bahwa akal merupakan suatu kekuatan yang terdapat dalam jiwa.
Menurut Ibnu Sina ada dua macam akal, yaitu: akal manusia dan akal aktif. Semua
pemikiran yang muncul dari manusia sendiri untuk mencari kebenaran disebut akal
manusia, yaitu semua pemikiran manusia yang mendatang kedalam akal manusia dari
limpahan ilham ketuhanan.
e.
Emanasi
Sebagaimana Al-Farabi, Ibnu Sina juga
menganut teori faidh (Emanasi). Bagi Ibnu Sina, Tuhan sebagai akal murni
memancarkan akal pertama. Ta’aqqul akal pertama memancarkan akal kedua, falakul
aqsha (langit terjauh) dan jiwa falaq tersebut selanjutnya ta’aqqul akal
kedua memancarkan akal pertama, falakuts tsawabit dan jiwanya. Demikian ta’aqqul
dari akal-akal itu secara berkesinambungan hingga sampai pada akal yang
kesepuluh dan bumi. Dari akal kesepuluh yang disebut akal fa’al memancarlah
segala yang ada di bawah bulan.
f.
Jiwa
Di
dalam masalah kejiwaan, Ibnu Sina termasuk penganut paham dualisme (tsanawiyah).
Bagi Ibnu Sina
subtansi jiwa itu berlainan sama sekali dari materi tubuh meskipun dia berasal
dari pokok yang sama. Yakni akal fa’al. Tetapi ia mempunyai perbedaan-perbedaan
yang prinsipil.
g. Teori Kenabian
Sebagaimana yang tertulis di atas, bahwa akal itu
bertingkat-tingkat. Tingkat pertama ialah akal potensial. Kadang-kadang seorang
manusia diberi kadar akal potensial yang besar sehingga dengan itu Ia dapat
secara langsung berhubungan dengan akal fa’al tanpa melalui latihan-latihan
Akal yag mempunyai kemampuan demikian oleh Ibnu Sina disebut
dengan akal kudus (roh suci) yang
merupakan taraf tertinggi yang dapat dicapai oleh seseorang. Bila taraf ini
telah bisa dicapi oelh seseorang, terbukalah baginya ilmu rabbani.
Dalam filsafat, kehidupan Ibnu Sina mengalami dua periode
penting. Pertama, adalah periode ketika Ibnu Sina mengikuti paham filsafat
paripatetik. Pada perode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah
pemikiran Aristoteles. Kedua, adalah ketika Ibnu Sina menarik diri faham
paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada
pemikiran iluminasi.
Berkat telaah
dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi,
Al-Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat Islam yang terkoordinasi
dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai
persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya.
Ibnu Sina
mengembangkan kosep logikanya kurang lebih semodel dengan komentar al-Farabi
tentang Organon-nya Aristoteles. Filsafat Logikanya bisa ditemukan dalam
kitabnya yang berjudul al-Najat dan dalam beberapa bagian penting karya yang
lain yang berjudul al-Isharat. Dalam sebuah monograf ringkas tapi sangat
penting yang berisi tentang ‘Klasifikasi Ilmu Pengetahuan”, Ibn Sina membagi
pengetahuan logika ke dalam sembilan bagian yang berbeda, yang berkaitan dengan
delapan buku Aristoteles yang didahului oleh Isagoge-nya Prophyry, salah
satu buku yang sangat terkenal di Timur pada abad pertengahan.
Bagian pertama, berhubungan dengan Isagoge, adalah filsafat
umum tentang bahasa yang berkaitan dengan pembicaraan dan elemen-elemen
abstraknya. Kedua, berkaitan dengan ide-ide sederhana dan abstrak, yang dapat
diterapkan pada semua hal, dan disebut oleh Aristoteles dengan kategori.
Ketiga, berkaitan dengan kombinasi dari ide-ide sederhana tersebut untuk
menyusun proposisi yang dinamakan Aristoteles dengan hermeneutika dan oleh
filosof Muslim dengan al-ibarah atau al-tafsir. Keempat, mengkombnsikan
proposisi dalam bentuk-bentuk silogisme yang berbeda dan merupakan
bahasan pokok First Analytics Aristoteles, yaitu analogi (al-qiyas). Kelima,
mendiskusikan berbagai hal yang harus dipenuhi oleh premis-premis yang darinya
rangkaian reasoning dijalankan dan ini disebut dengan Second Analytics, yaitu
pembuktian (al-burhan). Keenam, mempertimbangkan sifat dan batas-batasan
penalaran yang mungkin, yang berkaitan dengan Topic-nya Aristoteles, yaitu
perdebatan (al-jadl). Ketujuh, membicarakan kesalahan penalaran logis,
intensional atau yang lain, dan ini disebut Sophisticii atau
kesalahan-kesalahan (al-maghalit). Kedelapan, menjelaskan seni
mempersuasi secara oratorikal dan ini disebut Rhetoric atau pidato
(al-khatabah). Kesembilan, menjelaskan seni mengaduk jiwa dan imajinsi
pendengar melalui kata-kata. Ia adalah puisi (al-shi’r) atau Poetics-nya
Aristoteles yang dianggap filosof Muslim menjadi bagian dari Organon logisnya.
Logika
digunakan Ibn Sina dalam pengertian yang luas. Logika silogistik dianggapnya hanya
bagian darinya. Sekalipun Ibn Sina memberikan logika posisi yang sangat penting
di antara ilmu-ilmu yang lain, dia pada saat yang sama juga mengakui
batas-batasnya. Fungsinya, dia jelaskan sangat jelas, bisa juga digunakan untuk
hal yang negatif. Tujuan utamanya adalah menyediakan bagi kita beberapa aturan
yang akan mengarahkan kita agar tidak jatuh ke dalam kesalahan penalaran. Jadi,
logika tidak menemukan kebenaran baru, tapi membantu kita untuk menggunakan
kebenaran yang telah kita miliki tersebut dengan baik dan mencegah kita dari
dari penggunaan yang salah atas kebenaran tersebut.
Penalaran,
menurut Ibn Sina, berawal dari terma-terma khusus yang diterima dari luar. Ini
merupakan data awal pengalaman atau prinsip-prnsip pertama pemahaman. Rangkaian
deduksi dihasilkan dari pengetahuan, diturunkan dari pengetahuan yang
mendahului, dan ini bukan tidak terbatas. Ia harus memiliki starting point yang
menjadi pondasi dari keseluruhan struktur logika. Starting point ini tidak
didirikan di dalam logika itu sendiri, tapi di luarnya.
Ini secara
jelas mengindikasikan bahwa logika seperti itu semata-mata sistem formal, tidak
terkait dengan kebenaran atau kesalahan. Isi kebenaran dari sistem tersebut
tidak datang dari dalam, tapi dari luar, yaitu dari data pengalaman pertama.
D.
Karya-Karya
Ibnu Sina
Ibnu
sina adalah filosof yang berhasil menuliskan buku-buku ilmiah sampai soal-soal
yang bersifat cabang dan ranting,sementara para filosof Islam yang datang
sesudahnya tidak mencapai kemajuan yang berarti, malah sebagian dari mereka itu
hanya menguraikan buku-buku yang ditulis Ibnu Sina, seperti halnya al-Razi dan
Al-Thusi. Diantara karya Ibnu Sina yang terkenal adalah :
1. Al-Syifa buku
ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar dari Ibnu Sina , dan terdiri
dari empat bagian yaitu; logika, fisika, matematika dan metafisika (
ketuhanan), buku tersebut mempunyai beberapa naskah yang terbesar diberbagai
perpustakaan di Barat dan Timur. Bagian ketuhanan dan fisika yang pernah
dicetak dengan cetakan baru di Teheran.
Pada tahun 1956 M lembaga keilmuan Cekoslovakia dan Praha menerbitkan pasal
keenam dari bagian fisika yang khusus mengenai ilmu jiwa, dengan terjemahannya
kedalam bahasa Perancis, dibawah asuhan Jean Pacuch. Bagian logika diterbitkan
diKairo pada tahun 1954 M, dengan nama Al-Burhan, dibawah asuhan Dr. Abdurrahman Badawi. As-Syifa’ yang terdiri dari 15
jilid dengan devinisi konvensional metafisika sebagai studi tentang
entitas-entitas yang bersifat in-materiil.
2. Al-Najat, buku
ini merupakan ringkasan dari buku Al-syifa, dan pernah diterbitkan bersama-sama
dengan buku al-Qanun dalam ilmu
kedokteran pada tahun 1953 M di Roma dan pada tahun 1331 H di Mesir.
3. Al-Isyarat Wat-Tanbihat.
Al-Isyarat
dan beberapa risalah yang memperlihatkan “kecanggungan mistis” dalam dirinya.
4. Al-Qonun
fi Al-Thib
diterjemahkan menjadi Canon Of Medicne
oleh orang barat yang menjadi rujukan utama ilmu pengobatan dalam dunia
kedokteran sampai abad 19. Dan sudah dicetak berulangkali serta telah
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa.
5. Al-Najat terdiri dari 10 jilid yang dalam
salah satu babnya Ibnu Sina mengkritik atas faham mutakallimin tentang butuhnya
mahuk pada yang lain.
6. Al-Hikmah terdiri dari 10 jilid
7. Remedies for The Heart yang mengandungi sajak-sajak
pengobatan. Dalam buku ini, ia telah menceritakan dan menguraikan 760 jenis
penyakit bersama cara untuk mengobatinya.
Selain
karya-karya di atas, masih banyak lagi karyanya yang lain yang juga membahas
tentang kedokteran dan filsafat
BAB
II
Penutup
A.
Analisa
dan Kesimpulan
Pengaruh
pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang
kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa.
Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang
kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.
Dari
beberapa pemaparan di atas, jelas sekali bahwa Ibnu Sina banyak terpengaruh
oleh pemikiran dari al-Farabi, juga pera filosof Yunani khusunya Aristoteles. Disamping
beliau juga banyak memberikan pengaruh yang kuat pada filosof Islam juga pada
para filosof Yunani sesudahnya.
Suatu
contoh Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup
antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis
penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal
sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan
dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan
pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina.
Yang jelas, Ibnu Sina adalah seorang sosok yang telah
menymbangkan banyak khazanah keilmuan pada para tunas-tunas muda di masa-masa
setelah juga untuk masa yang akan datang.
0 Response to "Filsafat Umum Beografi Ibnu Sina"
Post a Comment