Filsafat Umum Teori Thorndike



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Memasuki abad ke-19 beberapa ahli psikologi mengadakan penelitian eksperimental tentang teori belajar, walaupun pada waktu itu para ahli menggunakan binatang sebagai objek penelitiannya. Penggunaan binatang sebagai objek penelitian didasarkan pada pemikiran bahwa apabila binatang yang kecerdasanya dianggap rendah dapa melakukan eksperimen teori belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa eksperimen itupun dapat berlaku bahkan dapat lebih berhasil pada manusia, karena manusia lebih cerdas dari pada binatang.
Diantar ahli psikologi yang menggunakan binatang sebagai objek penelitiannya adalah Thorndike (1874-1994), terkenal dengan teori belajar Classical Conditioning, menggunakan anjing sebagai uji coba.
Dari berbagai tulisan yang membahas tentang perkembangan teori belajar seperti (Atkinson,dkk, dan Gredler Margaret Bell,) memaparkan tentang teori belajar yang secara umum dapat dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi teori behavioristik, teori belajar kognitif, teori belajar humanistic, dan teori belajar sibernetik. Kajian tentang empat aliran tersebut pemakalah akan menguraikan tentang aliran behavioristik menurut teori Thorndike.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori  Thorndike
Dewasa ini terdapat bermacam-macam teori dalam lapangan itu,seperti misalnya Koneksionisme, Pavlovianisme, Behaviourisme, Gestalt, Neo-Gestalt, Medan, Oranismik, dan sebagainya. Untuk memudahkan pembahasan teori-teori itu oleh Hilgard secara teori dengan pengakuan adanya over lapping teori-teori dewasa ini dibedakan menjadi dua golongan, yaitu teori-teori yang bersifat Moleculer  dan Molar.
Thorndike adalah salah seorang tokoh dalam lapangan psikologi pendidikan yang besar pengaruhnya. Dalam tulisannya yang mula-mula sekali Thorndike berpendapat, bahwa yang menjadi dasar belajar itu ialah asosiasi antara kesan panca indera dengan implus untuk bertindak. Asosiasi yang demikian itu disebut Bond atau Connection. Asosiasi  atau Bond atau koneksi itulah yang menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya kebebasan-kebebasan. Karena prinsipnya yang demikian itulah maka teori Thorndike itu disebut Connection atau  Bond Psikology.
Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku, tidak lain adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. Salah satu ahli yang berkarya dalam aliran ini ialah Thorndike (1911).[1]
Menurut Thorndike, salah seorang pendiri aliran tingkah laku, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike, berubah tingkah laku boleh berwujud sesuai yang konkret (dapat diamati), atau non konkret (tidak bisa diamati).
Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur berbagai tingkah laku yang nonkonkret (pengukuran adalah salah satu hal yang menjadi obsesi semua penganut aliran tingkah laku), tetapi teori Thorndike telah banyak memberikan inspirasi kepada pakar lain yang datang sesudahnya. Teori Thorndike disebut sebagai “aliran koneksionis” (connectionism).
Bentuk belajar yang khas baik pada hewan maupun pada manusia itu oleh Thorndike disifatkan sebagai trial and error learning atau learning by selecting and connecting. Organism (pelajar, dalam eksperimen dipergunakan hewan juga) dihadapkan pada situasi yang mengandung problem untuk dipecahkan ; pelajar harus mencapai tujuan.

B.     Proses  Pembelajaran
           1.      Peranan Guru
               Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan member fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Penyampaian materi pembelajaran hanya merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa.
Dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikkan Nasional Pasal 39 ayat (2)  menyebutkan pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian serta pengabdian kepada masyarakat, terutamama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Secara lebih terperinci tugas guru berpusat pada:
a.    Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek           maupun jangka panjang. 
b.      Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai. 
c.   Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyesuaian diri. Demikianlah, dalam proses belajar-mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampaian ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian siswa. Guru harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan.

Dari uraian diatas, jelas bahwa peranan guru telah meningkat dari sebagai pengajar menjadi sebagai direktur pengarhan belajar. Sebagai direktur belajar, tugas dan tanggung jawab guru menjadi lebih meningkat yang kedalamnya termasuk fungsi-fungsi guru sebagai perencanaan pengajaran, pengelola pengajaran, penilaian hasil belajar, sebagai motivator belajar, dan sebagai pembimbing.
Sebagai direktur belajar, pendekatan yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar tidak hanya melalui pendekat intruksional akan tetapi disertai dengan pendekatan pribadi. Melalui pendekatan pribadi ini diharapkan guru dapat mengenal dan memahami siswa secara lebih mendalam sehingga dapat membantu dalam keseluruhan proses belajarnya. Dengan perkataan lain, sebagai direktur belajar guru sekaligus berperan sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar. Sebagai pembimbing dalam belajar, guru diharapkan mampu untuk:

1)      Mengenal dan memahami setiap siswa baik secara individu maupun kelompok,
2)      Memberikan penerangan kepada siswa mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar,
3)      Memberi kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan kepribadianya,
4)      Membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya,
5)      Menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya.

Untuk itu para guru hendaknya memahami prinsip-prinsip bimbingan dan menerapkannya dalam proses belajar mengajar. Keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pengajar sangat tergantung pada diri pribadi masing-masing guru dalam lingkungan tempat ie bertugas.

    2.   Memahami peserta didik

Mengajar adalah membantu peserta didik memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, saran untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar menurut Joyen dan Well.[2]  Sedangkan pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan peserta didik. Secara emplisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mancapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.
Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya membelajarkan peserta didik. Itulah sebabnya dalam belajar peserta didik tidak hanya berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang lain. Karena itu, pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana membelajarkan peserta didik”, bukan pada “apa yang dipelajari peserta didik”.  Dengan demikian, pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal, maka guru perlu memahami karakteristik peserta didik.

C.    Pengaruh Teori Thorndike dengan Proses Pembelajaran
Organism (pelajar, dalam eksperimen dipergunakan hewan juga) dihadapkan pada situasi yang mengandung problem untuk dipecahkan ; pelajar harus mencapai tujuan. Pelajar itu akan memilih response yang tepat diantara berbagai respons yang mungkin dilakukan. Eksperimen-eksperimen Thorndike yang mula-mula modelnya adlah demikian ini, dan terutama dilakukan dengan mempergunakan kucing sebagai subjek dalam eksperimen itu. Eksperimennya yang khas adalah kucing, dipilih yang masih muda yang kebiasaannya masih belum kaku, dibiyarkan lapar, lalu dimasukkan ke dalam kurungan yang disebut “problem box”. Konstruksi pintu kurungan itu sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentu pintu kurungan akan terbuka dan kucing dapat keluar dan mencapai makanan (daging) yang ditempatkan diluar kurungan itu sebagai hadiah atau daya penarik bagi si kucing yang lapar itu. Pada usaha (trial) yang pertama  kucing itu melakukan bermacam-macam gerakan yang kurang relevan bagi pemecahan problemnya, seperti misalnya mencakar, menubruk, dan sebagainya, sampai kemudian menyentuh tombol dan pintu terbuka. Waktu yang dibutuhkan dalam usaha yang pertama ini adalah lama. Percobaan yang sama seperti itu dilakukan secara berulang-ulang ; pada usaha-usaha (trial) berikutnya ternyata waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan problem itu makin singkat. Hal ini ditafsirkan oleh Thorndike demikian : “kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari kurungan itu, tetapi dia belajar mencamkan (memepertahankan) respons-respons yang benar dan menghilangkan atau meninggalkan respons-respons yang salah.
Berbeda dengan penelitian-penelitian laboratorium mengenai hal belajar itu yang telah dilakukan oleh ahli-ahli yang lebih dahulu, dalam eksperimen ini Thorndike memasukkan masalah baru didalam belajar, yaitu masalah dorongan (motivation), hadiah (

DAFTAR PUSTAKA

Uno Hamzah B, dan Umar  Masri Kudrat, Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran,     Jakarta:   PT Bumi Aksara, 2010.
           
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta :Rineka Cipta, 2003

Suryabreta,Sumadi, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008

Hamalik,Oemar, Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara, 2009

Uno Hamzah B, Profesi Kependidikan, Jakarta : Bumi Aksara,2010


[1] Uno, Hamzah B. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006)hlm,7

[2] Uno Hamzah B, dan Umar  Masri Kudrat, Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010). Cet.2 hlm.4

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Filsafat Umum Teori Thorndike"

Post a Comment