BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Qurban
1. Pengertian
Qurban
Qurban
atau udliyah adalah hewan yang disembelih untuk ibadah pada hari raya Adlha dan
hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11,12, dan 14 Dzulhijjah.
2. Qurban
hukumnya sunnah mu’akkad. Dasar hukum tersebut terdapat pada Al-Qur’an dan
hadits Rasulullah SAW, yaitu:
!$¯RÎ) š»oYø‹sÜôãr& trOöqs3ø9$# ÇÊÈ Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ
Artinya
:”Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (Q.S.Al-Kautsar : 1-2)
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya : “Abi
Hurairah r.a berkata :“Rasulullah SAW bersabda :”Barang siapa yang mempunyai
kelapangan (rizqi), tetapi dia tidak mau berkuraban, maka janganlah sekali-kali
mendekati ketempat shalat kami.” (H.R.Ahmad dan Ibnu Majah)
Dan
adapun waktu pelaksanaannya adalah sejak
tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Raya Qurban) sehabis mengerjakan shalat ‘Idul Adlha
sampai terbenamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah (Hari Tasyriq terakhir).
Jadi waktunya selama 4 hari.
Hewan yang
dikurbankan ialah hewan yang baik,sehat tidak cacat, seperti pincang, kurus,
sakit matanya buta, telinganya putus dan lain sebagainya, karena itu binatang
qurban harus memenuhi syarat-syarat :
a. Binatang
qurban adalah binatang yang sehat, bagus bertanduk gagah dan tidak cacat
sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW :
Yang artinya :“Empat cacat yang tidak cukup syarat dalam berqurban, yaitu : (1)buta
sebelah dan jelas butanya, (2) sakit yang jelas sakitnya, (3) pincang yang
tampak rusuknya, (4) yang kurus dan tidak berlemak sama sekali.”(H.R.Ahmad)
b. Binatang
yang sudah cukup umur
1) Umur
kambing domba (gibas) sedikitnya telah berumur satu tahun lebih sudah berganti
giginya (pupak).
2) Kalau
kambing biasa harus sudah berumur 2 tahun lebih.
3)
Kalau
sapi/kerbau sedikitnya telah berumur 2tahun atau lebih.
4)
Kalau
unta harus sudah berumur 5 tahun.
c. Qurban
seekor kambing hanya untuk satu orang.
Seekor sapi atau kerbau boleh untuk
7 orang, sedangkan unta boleh untuk 10 orang.
Mengenai daging qurban, dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
a) Daging
Qurban wajib
Qurban yang wajib seperti nadzar.
Daging qurban nadzar harus dibagikan kepada semua orang. Sedangkan orang yang
berkorban tidak boleh memakan dagingnya, atau mengambil kulit atau tanduknya.
b) Daging
Qurban sunnat
Daging qurban sunnat ialah qurban
seperti biasa yang dilakukan pada setiap hari raya qurban. Daging qurban sunnat
dapat diserahkan menjadi tiga. Satu bagian disedekahkan satu bagian lagi
dihadiahkan. Bahkan menurut sebagian ulama bahwa memakan daging qurban bagi
orang yang berkorban itu hukumnya wajib.
3.
Cara penyembelihan daging qurban ialah
apabila binatang itu jinak, maka harus tepat pada lehernya, tetapi apabila
binatang itu liar boleh dilakukan dimana saja asal binatang itu benar-benar
mati dari luka akibat penyembelihanya.
Dalam
hubungan dengan penyembelihan binatang ini ada syarat-syarat tertentu, yaitu:
a. Syarat
orang yang menyembelih :
1)
Orang
islam atau ahli kitab (Yahudi dan Nashrani), baik laki-laki maupun perempuan.
2)
Dengan
sengaja, bila binatang itu matinya di sengaja menyembelih, maka matinya dihukum
halal.
b.
Syarat
alat yang digunakan untuk menyembelih:
Harus
dengan alat yang tajam dan melukai, seperti besi, tembaga, bambu, kaca, dan
sebagainya. Tetapi tidak boleh dengan tulang, kuku dan gigi.
c. Syarat-syarat
binatang yang disembelih :
1)
Binatang
darat yang halal di makan.
2)
Sebelum
disembelih binatang itu masih hidup bernyawa, tanda-tandanya ialah seperti
masih bergerak sesudah disembelih atau darahnya masih memancar.
d. Sunat-sunat
dalam menyembelih
1) Manajamkan
alat penyembelih.
2) Membaca
basmalah dan shalawat.
3) Menghadapkan
diri dan yang disembelih ke kiblat.
4)
Memutuskan
kedua urat pada kiri kanan leher mengikuti hukum (tenggorokan)
5) Menyembelih
di pangkal leher
6) Digulingkan
ke tulang rusuknya sebelah kiri
e. Hal-hal
yang memakruhkan dalam menyembelih
1)
Menyembelih sampai lehernya putus
2)
Dengan alat yang tumpul
3)
Memukul terlebih dahulu tanpa aturan
sebelum disembelih agar tidak berontak
f. Hal-hal
yang berkaitan dengan penyembelihan
1)
Tidak diketahui penyembelihannya
Binatang yang tidak diketahui
penyembelihannya apakah dengan membaca bismillah atau tidak, maka daging itu
halal dimakan dan bacalah bismillah ketika hendak memakannya.
2)
Penyembelihan janin dalam perut induknya
Anak binatang yang ada dalam perut
induknya dianggap cukup dengan penyembelihan induknya, kecuali apabila terdapat
masih hidup, maka harus disembelih lagi.
3)
Penyembelihan dengan alat mekanis
Penyembelihan binatang secara
mekanisasi pemingsanan bagian dari perbuatan ikhsan terhadap hewan. Oleh karena
itu bila dalam pemotongannya dilakukan dengan mengikuti persyaratan syar’I
seperti disengaja dengan niat karena Allah atau membaca Bismillah, maka syah
penyembelihannya.
B.
Aqiqah
1. Pengertian
Aqiqah
Aqiqah
adalah binatang yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahiran anak, baik
laki-laki maupun perempuan. Pada hari itu bayi yang baru lahir itu diberi nama
dengan nama yang baik.
2. Hukum
aqiqah
Hukum
aqiqah adalah sunnat bagi orang yang wajib menanggung belanja anaknya. Untuk
laki-laki disunnatkan menyembelih 2 ekor kambing dan untuk bayi perempuan
seekor kambing. Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Barang siapa diantara kamu yang ingin
beribadah untuk anaknya maka hendaklah ia sembelihkan dua ekor kambing yang
sama umurnya untuk seorang bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi
perempuan. (H.R.Ahmad)
Tetapi
apabila belum mampu pada hari ketujuh, maka boleh dikerjakan pada hari keempat
belas, atau hari-hari lain. Dan disunnatkan dimasak dahulu sebelum disedekahkan
kepada faqir miskin dan penyembelihan sebaiknya dilakukan diwaktu Dluha. Bagi
orang yang melakukan aqiqah boleh memakannya sedikit dari daging aqiqah itu,
jika aqiqah itu bukan nadzar.
Persyaratan
hewan yang sah untuk aqiqah sama dengan hewan qurban. Melaksanakan aqiqah merupakan bentuk rasa syukur kita
atas karunia dan nikmat Allah, yaitu nikmat seorang anak. Nabi SAW menganjurkan
kepada orang-orang yang memperoleh karunia anak hendaklah yang pertama kali
dilakukan ialah membacakan adzan dekat telinganya yang kanan dan iqamah pada
telinga kirinya[1].
Apabila
seorang bayi hadir ditengah-tengah keluarga, hendaklah ia disambut dengan penuh
suka cita, dan rasa syukur, tanpa melihat apapun kenyataan sesungguhnya yang
ada dihadapannya baik dalam keadaan sempurna ataupun kurang sempurna. Dan pada
saat kelahiran tersebut hendaklah keluarga memperlakukannya sebagai berikut:
a.
Bersihkanlah
mulut sibayi, kemudian usapkanlah dengan kurma, madu atau sebangsanya pada
langit-langit mulutnya dengann disertai doa agar sibayi mendapar barokah Alloh.
b.
Mohonkanlah
perlindungan kepada Alloh dari gangguan setan.
c.
Hendaklah
pada hari kelahirannya atau pada hari yang ketujuh bayi tersebut diberi nama
yang bagus, yang mengandung perlambang dan harapan yang mulia.
d.
Hendaklah
pada hari ketujuh itu pula rambut sianak dicukur
e.
Hendaklah
disembelihkan kambing yang dipilighkan dalam keadaan sebagus-bagusnya kambing telah
mencapai umur dewasa sebagai aqiqahnya sianak.[2]
C.
Khitan
1. Pengertian
Khitan
Kata
khitan itu sendiri berasal dari bahasa Arab yang secara umum berarti memotong.
Dalam fiqh, khitan dipahami sebagai memotong sebagian anggota tubuh tertentu,. Pada praktiknya, khitan anak laki-laki berbeda dengan
khitan anak perempuan. Dalam masyarakat muslim, amalan atau praktik khitan
dikaitkan dengan millah Nabi Ibrahim
a.s yang dikenal sebagai bapak para nabi dan diperintahkan kepada kaum muslim
untuk mengikutinya. Didalam Al-Qur’an dinyatakan :
§NèO !$uZøŠym÷rr& y7ø‹s9Î) Èbr& ôìÎ7¨?$# s'©#ÏB zOŠÏdºtö/Î) $Zÿ‹ÏZym ( $tBur tb%x. z`ÏB tûüÅ2ÎŽô³ßJø9$# ÇÊËÌÈ
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu
(Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah
Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan.
Khitan adalah pemotongan organ kelamin. Untuk laki-laki,
pelaksanaannya khitan hampir sama
disemua tempat, yaitu pemotongan kulup, sedangkan untuk perempuan berbeda
disetiap tempat ada yang sebatas clitoris dan ada yang sampai memotong bibir
vagina.[3]
2. Hukum
Khitan
Di
dalam Islam, hukum khitan sebenarnya bisa diformulasikan kembali dengan mengacu
pada perespektif kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pembacaan yang jernih
terhadap semua warisan klasik, baik hadits-hadits yang berkaitan dengan khitan
anak perempuan, maupun kitab-kitab fiqh yang diwariskan generasi ke generasi.
Untuk khitan anak laki-laki, seluruh ulama fiqh mendukung penuh, ada yang
mewajibkan dan ada pula yang mengatakan sunnah, dan karena secara medis hal ini
positif maka tidak perlu dibahas lebih jauh lagi.
Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, ada dua
pendapat tentang hukum khitan yaitu:
a.
Pendapat
pertama mengatakan bahwa khitan wajib baik laki-laki maupun perempuan. Pendapat
ini dipelopori oleh Imam As-Syafi’I dan sebagian besar ulama mazdhabnya.
b.
Pendapat
kedua, mengatakan bahwa khitan itu wajib. Pendapat ini dinyatakan mayoritas
ulama dan sebagaian ulama mazdhab Syafi’i. Ibn Hajar melanjutkan bahwa untuk
khitan perempuan, dalam mazdhab syafi’I sekalipun, pada praktiknya ada
perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan bahwa khitan wajib untuk seluruh
perempuan, namun ada juga yang mengatakan, ia hanya wajib perempuan yang ujung
lengtiknya cukup menonjol, seperti bagi perempuan daerah timur. Bahkan sebagian
ulama mazdhab syafi’I juga ada yang mengatakan bahwa khitan perempuan tidak
wajib.
Dengan
demikian, mengenai hukum khitan, baik
bagi laki-laki maupun perempuan, ulama mazdhab dari awal berbeda
pendapat. Perbedaan ini mengisyaratkan kemungkinan adanya interpensi tradisi
dan budaya yang mempengaruhi kebijakan pengambilan hukum para ulama dalam
menerima dan memahami teks-teks agama, yang dalam hal ini adalah hadits-hadits
Nabi S.AW. sebab, tradisi khitan sudah mengakar dalam masyarakat Yahudi, Aran
dan masyarakat lain sebelum islam datang.
Beberapa alasan
yang dikemukakan oleh ulama mazdhab syafi’I untuk mendukung pendapat bahwa
khitan wajib, kebanyakan berkaitan khitan laki-laki. Yang bisa dikaitkan dengan
khitan perempuan adalah alas an bahwa khitan merupakan kewajiban, ibadah, syiar
agama. Pernyataan ini tentu didasarkan pada teks agama yang otoritatif. Dalam
hal ini, Ibn Hajar mengemukakan satu hadits sebagai dasar kewajiban khitan
perempuan. Yang artinya:
Dari ummu Athiyah R.A bekata:
ada seorang perempuan juru sunat para perempuan Madina. Rasulullah Saw bersabda
kepadanya: jangan berlebihan karena hal itu adalah bagian (kenikmatan)
perempuan dan kecintaan suami, dalam suatu riwayat baginda bersabda potong ujung
saja dan janganlah berlebihan karena hal itu penyeri wajah dan bagian
kenikmatan suami. (H.R. Abu
Daud).
Sedangkan
menurut Imam Asy-Syakani member catatan terhadap seluruh teks hadits yang
berkaintan dengan kewajiban khitan, baik untuk laki-laki maupun perempuan dia
berkata: yang benar ialah bahwa tidak ada dasar hukum yang shahih, yang
menunjukkan kewajiban khitan. Hukum yang bisa diyakini adalah sunah, seperti
yang dinyatakan dalam hadits.
Dari
perkataan ini dapat ditarik dua kesimpulan, pertama, tidak ada satupu hadits
yang shahih mengenai perintah khitan perempuan. Kedua, kalaupun ada yang
shahih, misalnya yang berbicara tentang khitan, ia tidak bisa dipahami sebagai
perintah khitan untuk anak perempuan, tetapi untuk khitan anak laki-laki saja.[4]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari pembahasan diatas sebagai berikut :
1.
Qurban
atau udliyah adalah hewan yang disembelih untuk ibadah pada hari raya Adlha dan
hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11,12, dan 14 Dzulhijjah.Qurban hukumnya
sunnah mu’akkad.
2.
Aqiqah
adalah binatang yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahiran anak, baik
laki-laki maupun perempuan. Pada hari itu bayi yang baru lahir itu diberi nama
dengan nama yang baik. Hukum aqiqah adalah sunnat bagi orang yang wajib
menanggung belanja anaknya. Untuk laki-laki disunnatkan menyembelih 2 ekor
kambing dan untuk bayi perempuan seekor kambing.
3.
Khitan
adalah pemotongan organ kelamin. Untuk laki-laki, pelaksanaannya khitan hampir sama disemua tempat, yaitu
pemotongan kulup, sedangkan untuk perempuan berbeda disetiap tempat ada yang
sebatas clitoris dan ada yang sampai memotong bibir vagina. Pada intinya hukum
khitan itu sunnah untuk perempuan maupun
untuk laki-laki namun lebih utama dilakukan oleh laki-laki karena secara medis
hal ini positif untuk kesehatannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Kamal Pasha
Mustafa, Fikih Islam,
Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2009
Moh.
Al Aziz Saifulloh, Fiqih Islam Lengkap, Surabaya:
Terbit Terang, 2005
Muhammad
Husen, Fiqh Perempuan, Yogyakatra:
LKIS, 2009
[1]Moh. Saifulloh Al Aziz, Fiqih Islam Lengkap, (Surabaya: Terbit
Terang, 2005), hlm. 561-566.
[2]
Mustafa Kamal Pasha, Fikih Islam,
(Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2009), hlm. 311.
[3]Husen
Muhammad, Fiqh Perempuan,
(Yogyakatra: LKIS, 2009), hlm.50.
[4]
Ibid, hlm. 55-60
0 Response to "Qurban dan Aqiqah"
Post a Comment