A. Pengertian pendidikan islam
Dalam menjelaskan
arti Pendidikan Islam akan banyak kita jumpai beberapa pandangan mengenai
pengertian dari Pendidikan Islam itu sendiri. Burlian Somad.1981, mengatakan
bahwa Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang bertujuan membentuk individu
menjadi mahluk yang bercorak diri, berderajat tinggi menurut ukuran Alloh dan
isi pendidikannya adalah mewujudkan tujuan itu. yaitu ajaran Alloh. Secara
terperinci beliau mengemukakan, pendidikan itu disebut Pendidikan Islam apabila
memiliki dua ciri khas yaitu :
1.
Tujuannya membentuk individu menjadi
bercorak tinggi menurut ukuran Al-Qur’an.
2. Isi Pendidikannya adalah ajaran Alloh
yang tercantum dengan lengkap didalam Al-qur’an yang pelaksanaannya didalam
praktek hidup sehari-hari sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan menurut Marimba Ahmad,.1980. bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam yaitu suatu kepribadian muslim yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memiliki dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Sementara itu arti pendidikan Islam menurut hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7 s/d 11 Mei 1960 di Cipayung Bogor, adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. Dari beberapa uraian tersebut diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pendidikan Islam ialah usaha dalam pengubahan sikap dan tingkah laku individu dengan menanamkan ajaran-ajaran agama Islam dalam proses pertumbuhannya menuju terbentuknya kepribadian yang berakhlak mulia, Dimana akhlak yang mulia adalah merupakan hasil pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu individu yang memiliki akhlak mulia menjadi sangat penting keberadaannya sebagai cerminan dari terlaksananya pendidikan Islam.
B.
Tujuan
Pendidikan Islam
Tujuan adalah suatu
sasaran yang akan dicapai seseorang atau kelompok orang yang melakukan suatu
kegiatan. Sedangkan tujuan pendidikan Islam yaitu suatu sasaran yang akan
dicapai seseorang atau kelompok orang yang melakukan pendidikan Islam.
Sehubungan dengan hal itu, maka tujuan pendidikan Islam
mempunyai makna yang sangat penting, keberhasilan dari suatu sasaran yang
diinginkan, arah atau pedoman yang harus ditempuh, tahapan, sasaran, serta
sifat dan mutu kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu kegiatan tanpa disertai
dengan tujuan, menyebabkan sasarannya akan kabur, akibatnya program dan
kegiatan tersebut akan acak-acakan.
Adapun pendidikan Islam mempunyai tujuan untuk membentuk manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap dan percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Sedangkan manusia muslim yang dimaksud adalah pribadi-pribadi muslim yang mempunyai keseimbangan yang dapat mengintegrasikan kesejahteraan kehidupan di dunia maupun kebahagiaan kehidupan di akhirat, dapat menjalin hubungan kemasyarakatan yang baik dengan jiwa sosial yang tinggi, mengembangkan etos ta’awun dalam kebaikan dan taqwa.[1]
Adapun pendidikan Islam mempunyai tujuan untuk membentuk manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap dan percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Sedangkan manusia muslim yang dimaksud adalah pribadi-pribadi muslim yang mempunyai keseimbangan yang dapat mengintegrasikan kesejahteraan kehidupan di dunia maupun kebahagiaan kehidupan di akhirat, dapat menjalin hubungan kemasyarakatan yang baik dengan jiwa sosial yang tinggi, mengembangkan etos ta’awun dalam kebaikan dan taqwa.[1]
C. Kelemahan Dan Kendala Pendidikan Islam
Menurut Sardjito
Marwan (1996:66-74) dalam berbagai kesepatan diskusi, seminar, lokakarya,
penataran dan lain-lain, telah sering dikemukakan kelemahan dan kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Dari
kalangan guru, keluhan yang sering dikemukakan adalah alokasi waktu yang kurang
memadai dan isi kurikulum yang terlalu syarat. Di samping itu, sarana dan
lingkungan sekolah sering tidak menunjang pelaksanaan pendidikan agama.
Juga dari pihak
orang tua kurang memperlihatkan kerjasama. Mereka hanya menuntut anaknya
menjadi orang yang berpengetahuan luas dan berakhlak mulia, taat melaksanakan
agama, sementara mereka tidak mau memberi dukungan dan contoh. Bagaimana
seorang anak menjadi manusia atau generasi berbudi pekerti luhur dan taat
melaksanakan perintah agama seperti shalat, puasa, dan lain-lain kalau orang
tuanya dirumah tidak pernah melakukan shalat dan puasa. Dalam kasus seperti
ini, kiranya kurang adil kalau guru agama dituding sebagai kambing hitam.
Ini tidak berarti
tidak ada kelemahan dipihak guru. Banyak kekurangan pihak guru agama. Diantara
kekurangan mereka adalah keterbatasan kemampuan menguasai materi yang
diajarkan. Dan kalau muncul issu-issu yang mempertentankan nilai-nilai dasar
agama dengan penemuan-penemuan baru dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, guru-guru tidak mampu memberikan penjelasan yang memadai. Sebagian
guru agama nampaknya tidak cukup mempunyai pengetahuan yang komprehensif untuk
menjawab permasalahan-permasalahan tersebut. Kelemahan lain, pada umumnya
guru-guru agama kurang mampu atau tidak dengan sungguh-sungguh untuk
mengembangkan metodologi yang tepat untuk mata pelajaran pendidikan agama.
Guru-guru agama disekolah dasar dari tamatan PGAN selain urang mendalami materi
yang diajarkan, juga sering kali mengajar tanpa memperhatikan didaktik-metodik
dan psikologi anak.
D.
Beberapa
tantangan Dalam Pendidikan Islam
Kiranya perlu kita
sadari pula bahwa merebaknya kenakalan remaja, perkehian antar pelajar terutama
di kota-kota besar, munculnya “premanisme” dan berbagai bentuk kejahatan
lainnya merupakan tantangan bagi para pendidik, tokoh masyarakat, guru agama,
dan kita semua.
Tetapi kita juga
ingin menegaskan bahwa dalam menghadapi kasus-kasus kejahatan tersebut
guru-guru agama tidak dapat dipersalahkan begitu saja atau dijadikan “kambing
hitam”. Guru Agama tidak dapat dipersalahkan secara pukul rata lantaran ada kejahatan,
tidak berakhlak, brutal, alkoholis, berkelahi dan bersikap kurangajar! Banyak
factor lain yang lebih dominan dalam pembentukan perilaku dan watak mereka.
Karenanya kita menolak kalau ada pihak yang menilai bahwa semakin “merebaknya“
kejahatan dan kenakalan remaja itu merupakan indicator kuat terhadap kegagalan
pendidikan agama disekolah-sekolah. Tetapi
meski demikian kita juga tidak boleh bersikap apatis sambil berkata: “apa yang
terjadi, terjadilah!”
Tokoh-tokoh islam,
Ulama’ dan guru-guru agama kiranya tetap menaruh rasa prihatin dan perlu
proaktif untu ikut menangulangi kejahatan dan kenakalan remaja dan premanisme
tersebut. Perlu kita sadari juga, bahwa para preman, remaja dan pelajar yang
suka berkelahi, anak-anak yang suka mabuk-mabukan, mereka yang melakukan
kejahatan di kota-ko\ta besar, sebagian besar berasal dari keluarga muslim,
baik dari kalangan yang berada maupun dari kalangan yang tidak punya. Tetapi
sekali lagi, hal tersebut bukan indicator kegagalan atau merosotnya kualitas
penghayatan dan pengamalan keagamaan umat islam Indonesia.
Penghayatan dan
pengamalan keagamaan umat islam dalam masa dua atau tiga decade terakhir ini
jauh lebih maju, semarak dan mantap dibandingkan dengan masa sebelumnya atau
dimasa orde lama. Betapapun masih ada kekurangan dan hambatan, program
pendidikan agama telah memberikan hasil dan dampak positif bagi peningkatan
kualitas keimanan dan ketaqwaan generasi muda dan umat islam Indonesia.
Kesadaran masyarakat ntuk menanamkan keimanan dan
ketaqwaan sedini mungkin kepada anak-anak didik kita makin tumbuh dan merata.
0 Response to "Resum Kapita Selekta Pendidikan Islam"
Post a Comment