BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sesuai
dengan ajaran agama, fungsi utama dari pakaian adalah untuk menutup aurat.
Namun demikian pakaian juga sebagai simbu suatu kebudayaan.
Pakaian akan
mempresentasikan karakter dan kepribadian pemakainya cara berpakaiannya yang
sopan sesuai dengan norma-norma agama dan norma sosial yang ada akan
menggambarkan kondisi psikologis
pemakainya, dan demikian pula sebaiaknya cara berpakaian yang tidak teratur dan
tidak memenuhi kriteria kepantasan juga akan menumbuhkan bahwa seperti itulah
sebenarnya kondisi kejiwaan pemakainya, karena apa yang nampak secara lahiriah
itu sesungguhya menunjukkan apa yang tersimpan di dalam hatinya .
Pakaian adalah
kebutuhan hidup sekaligus cermin perilaku kita.Sehingga hendaknya kita lebih
pintar memilih pakaian yang akan dikenakan dan akan lebih baik jika kita
mengutamakan kenyamanan dan kesopanan dalam berpakaian jangan hanya mengikuti
trend atau mode yang ada namun tidak sesuai dengan kepribadian.
Pakaian dikenakan oleh seorang muslim maupun muslimah
sebagai ungkapan ketaatan dan ketundukan kepada Allah, karena itu berpakaian
bagi seorang muslim memiliki nilai ibadah. Karena itu dalam berpakaian ia pun
mengikuti aturan yang ditetapkan Allah.
Manusia dengan segala peradabannya memiliki naluri untuk
mengembangkan apa yang ada, termasuk dalam perkembangan model pakaian. Tidak
bisa dipungkiri lagi model pakaian yang ada di era globalisasi ini banyak
menyadur dari dunia barat. Tapi umat Islam haruslah tetap bercermin terhadap
syari’at Islam yang Rasulullah lah yang menjadi suri tauladannya, tidak
mengabaikan apa yang menjadi batasan-batasan berpakaian sesuai syari’at Islam.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan etika berbusana?
2.
Bagaimana cara berbusana yang baik?
3.
Bagaimana Etika Berbusana Rasulullah SAW ?
4.
Apa saja Fungsi Pakaian ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Etika Berbusana
Pengertian Etika Etika berasal dari bahasa yunani, yaitu
Ethos, yang menurut Araskar dan David (1978) berarti ”kebiasaaan”, ”model prilaku”
atau standar yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu tindakan.
Penggunaan istilah etika sekarang ini banyak diartikan sebagai motif atau
dorongan yang mempengaruhi prilaku. (Dra. Hj. Mimin Emi Suhaemi. 2002. 7) Etika
adalah kode prilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi kelompok
tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan yang benar.
Etika berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang tidak baik. Etika adalah
peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang
yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan
seseorang.(NilaIsmani,2001).
Etika Berpakaian Mencari gaya pribadi bukan hal yang mudah
untuk setiap orang. Namun begitu jika Anda menemukanya, anda bari akan
menyadari bahwa lewat pakaian, anda bisa mengekspresikan diri dan menunjukan
diri anda. Tanpa sadar banyak hal diluar sana yang bisa memepengaruhi cara kita
berpakaian dan bergaya. Percaya Atau tidak gaya personal seseorang bisa
mengubah perspektif seseorang. Manusia membutuhkan pakaian (sandang) untuk
memenuhi kebutuhan hidup pokok dasar sehri-hari di samping kebutuhan akan
tempat tinggal (papan) dan makanan (pangan). Pakaian dapat memberikan
keindahan, proteksi dari penyakit, kenyamanan, dan lain sebagainya. Tanpa
pakaian dapat mengakibatkan seseorang dikatakan gila. Oleh karena itu, dalam
berpakaian seharusnya kita memerhatikan etika dalam berpakaian.
B. Penerapan Etika Berbusana
Menerapkan etika berbusana dalam kehidupan manusia perlu
memahami tentang kondisi lingkungan, budaya dan waktu pemakaian. Untuk hal itu
baik jenis, model, warna atau corak busana perlu disesuaikan dengan ke tiga hal
tersebut, agar seseorang dapat diterima dilingkungannya.
Dasar perintah manusia untuk memakai dan menggunakan busana
termaktub dalam kitab suci Al-Quran yaitu :
ûÓÍ_t6»t
tPy#uä
ôs%
$uZø9tRr&
ö/ä3øn=tæ
$U$t7Ï9
ͺuqã
öNä3Ï?ºuäöqy
$W±Íur
(
â¨$t7Ï9ur
3uqø)G9$#
y7Ï9ºs
×öyz
4
Ï9ºs
ô`ÏB
ÏM»t#uä
«!$#
óOßg¯=yès9
tbrã©.¤t
ÇËÏÈ [1]
Artinya
: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa, Itulah
yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. ( al-A’araf : 26 )[2]
Artinya
: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid,
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. ( al-A’araf : 31)
Artinya:
Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan,
dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan
bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang
memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya
atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya). (QS. An-Nahl : 81)
Manusia
membutuhkan pakaian (sandang) untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dasar
sehari-hari di samping kebutuhan akan tempat tinggal (papan) dan makanan
(pangan). Pakaian dapat memberikan keindahan, proteksi dari penyakit,
kenyamanan, dan lain sebagainya. Tanpa baju/pakaian dapat mengakibatkan
seseorang dikatakan gila.
C. Tata Cara Berbusana yang Baik
1.
Menutup
Aurat Bagian Tubuh
Saat ini banyak kita jumpai gadis
dan wanita yang tidak menutup aurat dengan bajunya, sehingga dapat memunculkan
rangsangan kepada kaum laki-laki yang melihatnya.
2.
Sesuai
Dengan Tujuan, Situasi dan Kondisi Lingkungan
Jika ingin sekolah gunakanlah
pakaian seragam sekolah, bukan pakaian untuk tidur (piyama), renang, kerja, dan
lain-lain. Apabila suhu di luar rumah sangat dingin, gunakanlah jaket yang
tebal, bukan memakai pakaian tipis.
3.
Tampak
Rapi, Bersih, Sehat, dan Ukurannya Pas
Pakaian yang dipakai sebaiknya
pakaian yang telah dicuci bersih, disetrika rapi dan jika dipakai tidak
kebesaran maupun kekecilan. Pakaian yang kotor merupakan sarang penyakit bagi
kita diri sendiri maupun kepada oang lain yang ada di sekitarnya.
4.
Tidak
Mengganggu Orang Lain
Pakailah baju-baju yang biasa-biasa
saja tidak mengganggu akivitas maupun kenyamanan orang lain. Misalnya
menggunakan gaun wanita dengan ekor puluhan meter sangat tidak pantas jika kita
gunakan di tempat seperti di bus umum.
5.
Tidak
Melanggar Hukum Negara dan Hukum Agama
Sebelum memakai pakaian ada baiknya
diingat-ingat dulu hukum di dalam maupun di luar negeri. Hindari memakai
pakaian yang bertentangan dengan agama, adat istiadat, hukum budaya yang
berlaku di tempat tersebut. Di mana bumi di pajak, di situ langit di junjung.
D.
Etika Berbusana Rasulullah Saw
Dalam
etika berpakaian Rasulullah SAW mengajarkan epada kita bahwa dalam berpakaian
hendaknya mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri dan bila
melepaskannya atau menanggalkannya hendaknya mendahulukan yang kiri. Dalam
hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang berbunyi:
عَنْ اَ بِىْ هُرَ يْرَ ةَ اَنَّ رَسُولَ اللهِ عَلَيْه وَ سَلَّمَ قَالَ اِذَاانْتَعَلَ اَ حَدُ كُمُ فَلْيَبْدَأْ بِالْيَمِيْنِ وَانْتَزَعَ فَلْيَبْدَأْبِالشِّمَالِ لِتَكُنِ الْيُمْنَى اَوَّلَهُمَاتُنْعَلُ وَاخِرُهُمَا تُنْزَع ) رواه البخارى(
Artinya:“ Dari Abu Hurairah
r.a bahwasanya Rasullullah saw. Bersabda : kalau kamu memakai sandal pasang
yang kanan terlebih dahulu tetapi kalau membukanya yang kiri buka dahulu, jadi
yang kanan adalah yang pertama dipasang dan yang terakhir dibuka, “ (HR
al-Bukhori )
Dari
hadist tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah Saw menganjurkan kita untuk
mendahulukan anggota badan yang kanan terlebih dahulu seperti dalam mengenakan
pakaian, sandal, atau sepatu. Sedangkan untuk melepaskannya mendahulukan yang
kiri.
Rasulullah
Saw pernah menganjurkan umatnya untuk menggunakan kain putih. Perintah itu
tertuang dalam sabdanya:
وَعَنْ سَمُوْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَاَ لَ: رَ سُوْلُ اللهِ صَلَي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: اَلْبَسُوْاالبَيَاضَ فَاءِ نَّهَا اَطْهَرُ وَ اَطْيَبُ , وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتَا كُم) رواهابوداودوالترمذى )[4]
Artinya
: “Dari samurah ra, ia berkata : Rasullullah saw. Bersabda : “Pakailah pakaian
berwarna putih, karena pakaian putih adalah pakaian yang paling suci dan paling
baik. Dan kafanilah orang yang meninggal di antara kalian dengan kain putih![5]
Hadits di atas menjelaskan perintah Nabi untuk
memakai pakaian berwarna putih merupakan suatu himbauan dan bukan perintah
untuk wajib dilakukan. Hal iu lebih disebabkan karena warna putih
menginspirasikan kebersihan dan kesucian, sehingga pemakainnya pun akan lebih
menjaganya dari kotoran, dan demikian pula terhadap hati dan jiwanya, karena
putih simbol kesucian maka dengan mengenakan pakaian berwarna putih diharapkan
pemakainnya dapat menjaga dirinya dari setiap yang mengotori hati dan jiwanya.
Dalam riwayar lain dikatakan bahwa Nabi pernah
memakai baju hijau bahkan juga merah sebagaimana dikatakan Ramtsah :
وَ عَنْ اَبِي رَمْسَةَ رِ فَا عَةَ التَّيْمِيِّ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُ قَا ل رَ اَ يْتُ رَ سُوْلَ الله ِصَلَّي الله ٌعَلَيْهِ وَسَلَّمَ و َعَلَيْهِ ثَوَباَ نِ اَخْضَرَا نِ ) رواهابوداودالترمذى( [6]
Artinya: “Dari Abu Ramtsah Rifaah At-Taimiy ra, ia berkata : saya pernah melihat Rasullullah saw memakai dua baju yang hijau” ( Abu Daud dan Tirmidzi )[7]
Hadits
lain yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim mengatakan :
وَ عَنِ بَرَاءِ بْنِ عَا زِ بٍ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُ قَا لَ: كَا نَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَي اللهُ علَيْه ِوَسَلَّمَ مَرْبُوْ عًا,وَلَقَدْرَاَيْتُهُ فِي حُلّةٍ حَمْرَاءَ,مَارَاَيْتُ شَيْعًا قَطُّ اَحْسَنُ مِنْهُ (متفق عليه)[8]
Artinya:
“Dari Al Barra bin Azib ra, ia berkata : “ Tubuh Rasullullah saw berukuran
sedang. Saya pernah melihat beliau mengenakan kain merah, dan belum pernah
melihat orang yang lebih tampan dari beliau.(HR Bukhori Muslim)
[9]
Hadits lain yang diriwayatkan oleh Muslim Berbunyi :
وَ عَنْ جاَ بِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: دَخَلَ يَوْمَ قَتْحِ مَكَّةَوَعَلَيْهِ عِمَا
مَةٌ سَوْدَاءُ (رواه مسلم)[10]
Artinya:
“Dari Jabir, ia berkata : “ Ketika Rasullullah saw memasuki kota mekkah pada
hari penaklukannya, beliau memakai sorban hitam. (HR. Muslim )[11]
Hadits – hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi tidak melarang kaum laki – laki memakai pakaian warna – warna karena yang paling essensial dari pakaian adalah untuk menutup aurat sedangkan persoalan warna hanyalah persoalan selera yang masing – masing orang memilki selera yang tidak selalu sama. Hanya saja Nabi lebih menganjurkan orang untuk mengenakan pakaian putih berdasarkan pertimbangan – pertimbangan yang telah di jelaskan di atas. Namun dalam berpakaian terdapat hal penting yang harus di ingat yaitu bahwa Allah telah memerintahkan kepada para hambanya( kaum perempuan untuk memanjangkan pakaiannya, namun panjangnnya pakaian sampai menutup seluruh aurat bukan jaminan bahwa cara berpakaian tersebut sudah mendapatkan Ridho dari Allah SWT lantaran memenuhi perintahnnya. sebab cara menutup aurat dengan memanjangkan yang didasari perasaan ingin menyombongkan diri, merupakan perbuatan yang tidak di sukai Allah dimana hal tersebut di sampaikan sabdanya dalam sunan Abu Daud :
عَن عَبْد ا لْعَزِ يزِ ا بْنِ أَ بئ رُوَاد,عَنْ سَا
لِمِ بْن عَبْدٍ ا لله, عَنْ أ بيْهِ, عَنْ ا
لنَّبى صَلَّى ا للهُ عَلَيْه وَ سَلَّمَ قَالَ : الأِ سْبَا
لُ فِى ا لأِ زَ ارِ وَالْقَمِيْص وَ الْعِمَا مَةِ,مَنْ جَرَّ
مِنْهَا شَيْئًا خُيَلاَ ءَ لَمْ يَنْظُرِ الله إِ لَيْهِ يَوْم الَقِيَا مَةِ )رواه أ
بوداوود(
[12]
Artinya:“Dari
Abdul aziz bi Abu Ruwad, dari salim bin Abdullah, dari ayahnya, dari nabi Saw
bersabda : Hendaknya di panjangkan sarung, baju, dan sorban, barangsiapa
memanjangkan sesuatu darinya karena sombong Allah tidak akan melihat kepadanya
pada hari kiamat.(HR Abu Daud)
Hadits tersebut menjelaskan faktor niat yang memotivasi lahirnya perbuatan memegang peranan penting dalam setiap langkah yang di ambil seorang pelaku, sehingga perbuatan yang secara lahiriyah menjalankan perintah agama seperti berpakaian untuk menutup aurat misalnya, akan tetapi jika dilakukan dengan niat yang keliru atau dengan motif – motif tertentu yang menyimpang dari ketentuan Allah, seperti untuk menyombongkan diri bukan karena patuh dan taat kepadanya, maka nilai amalnya tidak akan sampai pada Allah dan tidak akan mendapatkan balasan kebaikan dariNya, karena hanya dengan niat yang tulus karena Allah suatu amal perbuatan akan memilii ruhnya dan akan di terima sebagai amal sholeh di sisi Allah.
E.
Fungsi Pakaian
Sesuai dengan ajaran agama fungsi utama dari
pakaian adalah menutup aurat. Pakaian akan mempresentasikan karakter dan
kepribadian pemakainnya. Cara berpakaian yang sopan sesuai dengan norma- norma
agama sosial yang akan menggambarkan kondisi psikologis pemakainnya, dan
demikian pula sebaliknya cara berpakaian yang teratur, dan tidak memenuhi
kriteria kepantasan juga akan menunjukkan seperti itulah kondisi kejiwaan
pemakainnya karena apa yang nampak secara lahiriyah iu sesungguhnya menunjukkan
apa yang tersimpan didalam hatinya.
Pakaian juga dapat melindungi manusia dari
terik matahari.
Allah Berfirman:
Allah Berfirman:
ª!$#ur @yèy_ /ä3s9 $£JÏiB Yn=y{ Wx»n=Ïß @yèy_ur /ä3s9 z`ÏiB ÉA$t6Éfø9$# $YY»oYò2r& @yèy_ur öNä3s9 @Î/ºu| ãNà6É)s? §ysø9$# @Î/ºtyur Oä3É)s? öNà6yù't/ 4 y7Ï9ºxx. OÏFã ¼çmtGyJ÷èÏR öNà6øn=tæ öNä3ª=yès9 cqßJÎ=ó¡è@ ÇÑÊÈ
Artinya: dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung
dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal
di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas
dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah
Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).
(Qs. An-Nahl :81)
Dalam ayat di atas menjelaskan tentang pakaian,
dimana Allah menjadikan pakaian bagi manusia dari berbagai bahan seperti kapas,
katun dan wol yang dapat memelihara manusia dari sengatan panas dan dingin
serta pakaian berupa baju-baju besi yang memelihra manusia dalam peperangan.
Demikianlah, sebagaimana Allah menciptakan
manusia dari tiada dan menganugerahkan manusia sarana kehidupan manusia. Allah
juga menyempurnakan nikmat-Nya atas kamu dengan jalan mengutus para nabi untuk
menyampaikan petunjuk keagamaan agar manusia berserah diri, yakni tunduk untuk
melaksanakan perintah-perintahnya.
Dengan demikian, fungsi pakaian yang terdapat dalam Al-Qur’an antara lain :
Dengan demikian, fungsi pakaian yang terdapat dalam Al-Qur’an antara lain :
1.
Pemelihara atau pelindung dari sengatan panas
atau dingin
2.
Pemelihara dari serangan musuh
3.
Penutup aurat, yakni bagian tubuh yang terlarang
memperlihatkan kepeda orang lain serta bagian tubuh yang malu bila terlihat
orang lain.
Ketentuan aurat laki-laki dan wanita antara
lain:
a.
Pada saat shalat, aurat lelaki adalah anggota
tubuh diantara pusar dan lutut sedangkan aurat wanita adalah seluruh tubuh
kecuali wajah dan dua telapak kanan.
b.
Ketika berada di hadapan lawan jenis yang
menjadi mahramnya, maka aurat lelaki dan wanita adalah pusar dan lutut.
c.
Ketika berada di hadapan lawan jenis yang bukan
mahram maka aurat lelaki dan wanita adalah seluruh anggota tubuh.
4.
Sebagai hiasan
5.
Sarana untuk membedakan antara seseorang yang
satu dengan yang lain.
وَاللهُ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اَعْلَمُ
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pakaian adalah barang yang dipakai(baju, celana
dll). Pakaian digunakan untuk melindungi tubuh dari gangguan luar yang dapat
membahayakan tubuh, seperti melindungi tubuh dari panas.Sedangkan menurut
syariat islam, pakaian adalah barang yang digunakan untuk menutupi aurat
seseorang.
Nabi tidak melarang kaum laki – laki memakai
pakaian warna-warna karena yang paling essensial dari pakaian adalah untuk
menutup aurat sedangkan persoalan warna hanyalah persoalan selera yang masing-masing
orang memilki selera yang tidak selalu sama.
fungsi pakaian yang terdapat dalam Al-Qur’an antara lain :
fungsi pakaian yang terdapat dalam Al-Qur’an antara lain :
1.
Pemelihara atau pelindung dari sengatan panas
atau dingin
2.
Pemelihara dari serangan musuh
3.
Penutup aurat
4.
Sebagai hiasan
5.
Sarana untuk membedakan antara seseorang yang
satu dengan yang lain.
Adapun menutup seluruh tubuh maka ini mencakup
wajah dan kedua telapak tangan. Ini ditunjukkan dalam surah An-Nur di atas dari
beberapa sisi:
1.
Allah memerintahkan untuk kaum mukminin untuk
menundukkan pandangan mereka dari yang bukan mahram mereka. Dan menundukkan
pandangan tidak akan sempurna kecuali jika wanita tersebut berhijab dengan
hijab yang sempurna menutupi seluruh tubuhnya. Sementara tidak diragukan lagi
bahwa menyingkap wajah merupakan sebab terbesar untuk memandang ke arahnya.
2.
Allah Ta’ala melarang untuk memperlihatkan
sedikitpun dari perhiasan luarnya kepada non mahram, kecuali terlihat dalam
keadaan terpaksa karena tidak bisa disembunyikan, semisal pakaian terluarnya.
Jika Allah Ta’ala melarang untuk memperlihatkan perhiasan luar (selain tubuh),
maka tentunya wajah dan telapak tangan yang merupakan perhiasan yang melekat
pada diri seorang wanita lebih wajib lagi untuk disembunyikan.
B.
Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik yang konstruktif dari
teman-teman sangatlah kami harapkan, supaya pembenahan dari isi dan substansi
makalah ini bisa menjadi lebih baik, dan mudah-mudahan dalam pembuatan makalah
ini bisa bermanfaat, Amiiin…
DAFTAR PUSTAKA
Asy-syuyuthi Jamaluddin, Sunan an-nasa’i,(Beirut,darul
kutub al-ilmiyah.t.t, Juz 7).
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan,
(Jakarta: Depag RI, 2007),
Departemen Ilmiah Darul Wathan. Etika
Seorang Muslim. Jakarta:Darul Haq. 2008.
Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah Cetakan
III.
Yogyakarta:Pustaka “SM”
Yogyakarta:Pustaka “SM”
Juwariyah. Hadits
Tarbawy: ( Yogyakarta : Teras, 2010 )
Mihrom, M.
Hammam dkk. Sanstri Lirboyo Menjawab ( Kediri : Pustaka Gerbang Lama,
2010 )
Nasional,
Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2005)
Nawawi, Imam. Riyadhus
Shalihin, terj.Riyadhus shalihin oleh Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf
An-Nawawi(Jakarta:Pustaka Amani:1999)
Shihab, M.
Quraish. Tafsir Al-Misbah:Pesan, kesan dan keserasian Al Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 202)
Sulaiman al-Asyats, Sunan Abi Daud
,(Beirut,darul kutub al-ilmiyah,1416H, Juz 3)
Sya’roni,
Mahmud. Cermin kehidupan Rasul. ( Semarang : Aneka Ilmu, 2006)
Sunarto Achmad, terjemah.Riyadhus
shalihin, oleh Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf
An-Nawawi(Jakarta:Pustaka Amani:1999)
[1] QS. al-A’araf
: 26
[3]
Ibid.
[4] Imam
al-hafidz Abi Daud Sulaiman al-Asyats, Sunan Abi Daud ,(Beirut,darul
kutub al-ilmiyah,1416H, Juz 3), hlm.54.
[5]
Achmad Sunarto, terjemah.Riyadhus
shalihin, oleh Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf
An-Nawawi(Jakarta:Pustaka Amani:1999), jilid 1, hlm. 705
[12]
Imam al-hafidz Abi Daud Sulaiman al-Asyats, Sunan Abi
Daud...,hlm.62
0 Response to "Etika Berbusana"
Post a Comment