PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pengelolaan
likuiditas merupakan suatu fungsi yang dilaksanakan oleh lembaga perbankan.
Untuk terlaksananya fungsi pengelolaan likuiditas secara efisien dan
menguntungkan diperlukan adanya instrumen dan pasar keuangan baik yang bersifat
jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk keperluan yang bersifat mendasar
yaitu penempatan dan pemenuhan kebutuhan jangka pendek untuk perbankan yang
berdasarkan prinsip syariah di Indonesia telah tersedia instrumen sertifikat
investasi mudharabah antarbank (IMA) dan aturan-aturan tentang pasar
keuangan antarbank dengan prinsip syariah (PUAS) serta sertifikat wadiah bank
Indonesia (SWBI).
Dalam
keadaan yang sangat mendesak, untuk mengatasi bank-bank syariah yang kesulitan
likuiditas jangka pendek karena arus dana yang masuk ke bank tersebut lebih
kecil dibanding arus dana yang keluar pada saat kliring, Bank Indonesia telah
mengeluarkan ketentuan tentang fasilitas pembiayaan jangka pendek bagi bank
syariah (FPJPS).
Mengenai
pengelolaan likuiditas jangka panjang, telah dibuka kemungkinan bank syariah
bank syariah masuk dalam kegiatan pasar modal syariah, yang baru dikembangkan
sejak maret 2003. Saat ini bank-bank syariah telah dapat mengeluarkan obligasi
syariah dan dapat menjual sahamnya atau menanamkan modalnya direksadan syariah.
B. Permasalahan
1.
Menjelaskan
Definisi Manajemen Likuiditas, Pengelolaan, dan Instrumen dalam Perbankan
Syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Manajemen Likuiditas
Likuiditas pada
umumnya didefinisikan sebagai kepemilikian sumber dana yang memadai untuk
memenuhi seluruh kebutuhan kewajiban yang akan jatuh tempo. Atau dengan kata
lain kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih baik
yang dapat diduga ataupun yang tidak terduga.[1]
Sedangkan
manajemen liuiditas sendiri memiliki banyak pengertian, beberapa diantaranya
adalah menurut :
1.
Duane B Graddy : “ Manajemen
likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan
cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan ”
2.
Oliver G Wood : “ Manajemen
likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus
menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman atau kebutuhan jangka panjang
”.[2]
Manajemen likuidits bank Syariah diartikan sebagai suatu program
pengendalian alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua
kewajiban bank yang segera harus di bayar.[3]
B. Tujuan manajemen likuiditas
1. Mencapai
cadangan yang dibutuhkan yang telah ditetapkan oleh bank sentral karena kalu
tidak dipenuihi akan kena pinalti dari Bank sentral.
2. Memperkecil
dana yang menganggur karena kalau banyak dana yang menganggur akan mengurangi
profitabilitas bank.
3. Mencapai likuiditas yang aman untuk menjaga proyeksi cashflow dalam
kondisi yang sangat mendesak misalnya penarikan dana oleh nasabah, pengambilan
pinjaman.
C. Pengelolaan likuiditas dalam
perbankan syariah
Fungsi dari manajemen likuiditas
salah satunya adalah untuk memberikan keyakinan kepada para penyimpan dana
bahwa deposan dapat menarik sewaktu-waktu dananya atau pada saat jatuh tempo dana
tersebut dapat ditarik. Oleh karena itu bank wajib mempertahankan sejumlah dana
likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya tersebut.
Dalam bank
syariah manajemen likuiditas secara
konsep tidak jauh berbeda dengan manajemen bank konvensional. Baik itu dari segi tujuan dan resiko yang akan dihadapi oleh bank
syariah. Yang membedakan hanyalah pada akad yang digunakan ketika melakukan
kontrak. Selama ini alat untuk manajemen likuiditas dalam bank syariah adalah
PUAS (pasar uang antar bank syariah) dengan akad wadiah, SIMA (sertifikat
mudharabah antar bank syariah) dan SWBI (surat wadiah bank indonesia) juga
dengan akad wadiah. Apabila suatu bank kekurangan likuiditas, maka bank
tersebut akan meminjam kepada bank lain berupa PUAS, SWBI atau menerbitkan SIMA,
dan sebaliknya. Jadi pada prinsipnya manajemen bank baik konvensional maupun
syariah tidak jauh berbeda. Yang membedakan dan yang ditekankan adalah
bagaimana cara mendapatkan dana tersebut haruslah sesuai dengan syariah.
Untuk mengatasi masalah likuiditas
dalam dunia perbankan, baik itu bersifat kelebihan likuiditas ataupun
kekurangan likuiditas, maka banyak sekali cara yang bisa digunakan. Ketika
terjadi kelebihan likuiditas, pemerintah bisa mengatasinya dengan cara menerbitkan
surat berharga islami, baik itu seperti sukuk dan lainnya.
Adapun instrumen yang harus
dilakukan bank agar senantiasa dapat tetap likuid adalah :
1.
Memiliki Primary Reserve ( Cadangan Primer )
yaitu dalam kas atau saldo
yang ada pada Bank Indonesia atau Bank lain. Dalam dunia
perbankan, primary reserve terdiri dari:
a.
Giro pada Bank Sentral atau Giro Wajib Minimum (GWM)
Selama ini Giro pada bank sentral
dikenal dengan istilah yakni merupakan kewajiban setiap bank untuk menitipkan
dananya di BI. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan BI, maka besarnya
GWM minimal 5% dari total dana pihak ketiga (DPK) untuk valuta rupiah dan 3%
dari dana pihak ketiga untuk valuta asing, dengan ketentuan sebagai berikut:
Pertama, bagi Bank Umum Syariah yang memiliki rasio
pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK kurang dari 80%, mendapat tambahan GWM
sebagai berikut:
1) Yang memiliki DPK > Rp 1 triliun
s/d Rp 10 triliun wajim memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 1% dari
DPK dalam rupiah.
2) Yang memiliki DPK > Rp 10 triliun
s/d Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 2% dari
DPK dalam rupiah.
3) Yang memiliki DPK > Rp 50 triliun
wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 3% dari DPK dalam
rupiah. Sedangkan bagi yang memiliki
rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK sebesar 80% atau lebih; dan /atau
yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp 1 triliun tidak dikenakan
tambahan GWM.
b.
Kas pada valuta.
Alat likuid ini berisi uang tunai yang dipelihara oleh
bank untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari.
c.
Giro pada Bank lain
Rekening giro pada bank lain bertujuan untuk
melancarkan transaksi antar bank (transfer, inkaso, transaks L/C, dan
lain-lain)
d.
Item-item uang tunai yang masih
dalam proses inkaso.
Alat likuid ini terdiri dari cek bank sentral atau
bank koresponden yang belum secara efektif dikreditkan pada rekening bank pada
bank sentral atau bank koresponden.
Dapat di katakan likuid apabila bank syariah dapat
memelihara GWB di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dapat
memelihara giro di Bank Koresponden dengan besarnya berdasarkan saldo minimum,
dapat memelihara sejumlak kas secukupnya untuk memenuhi pengambilan uang tunai.[5]
2.
Memiliki Secondary Reserve
Yaitu cadangan yang berfungsi sebagai penyangga
Primary Reserve, ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek. Kalau merujuk
pada bank-bank Islam yang berada di Bahrain ataupun di kawasan timur tengah,
maka kita akan melihat bahwa secondary reserve yang mereka gunakan adalah
berupa pembiayaan perdagangan seperti mudharaba. Dan kebanyakan menggunakan
jenjang waktu yang pendek (short term), berkisar antara 7 hari sampai dengan 12
bulan .
Adapun cadangan sekunder berupa
surat-surat berharga bisa berupa:
a.
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
(SWBI)
Peraturan Bank Indonesia no 2/9/PBI/2000 mengatur tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.
Peraturan Bank Indonesia no 2/9/PBI/2000 mengatur tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.
Adapun ketentuan SWBI sebagai
berikut :
1) Jumlah dana yang dititipkan
sekurang-kurangnya Rp 500.000.000 dan selebihnya dengan kelipatan Rp
50.000.000,. Jangka waktu SWBI satu minggu, dua minggu, dan satu bulan yang
dinyatakan dalam jumlah hari.
2) Imbalan yang diterima pada saat
jatuh tempo adalah berupa bonus. Besarnya bonus akan dihitung dengan
menggunakan acuan tingkat indikasi imbalan PUAS, yaitu rata-rata tertimbang
dari tingkat indikasi imbalan sertifikat IMA yang terjadi di PUAS pada tanggal
penitipan
Peran SWBI dalam memenuhi kebutuhan
jangka pendek bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah yang memilikinya adalah
bisa digunakan pada saat terjadi kekurangan likuiditas ketika tidak tersedianya
dana dari Pasar Uang ataupun dari Bank Pusat untuk Unit Usaha Syariah. Sebagai
the lender of last resort, Bank Indonesia dapat memberikan pembiayaan dalam
bentuk Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah dan SWBI tersebut
dapat dijadikan agunan bagi fasilitas pembiayaan tersebut.
b.
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Berdasarkan Undang-Undang SBSN yang diterbitkan pada
Mei 2008, Surat Berharga Syariah Negara atau dapat disebut Sukuk Negara adalah
surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai
bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah
ataupun mata uang asing.
Sedangkan Jenis-jenis sukuk yang banyak beredar di
pasaran meliputi :
1) Sukuk ijarah yakni sukuk yang
berdasarkan akad ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau dapat diwakili
dalam menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain
berdasarkan harga dan periode yang disepakati tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan aset itu sendiri.
2) Sukuk mudharabah, yakni sukuk yang
berdasarkan akad mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal dan pihak lain
menyediakan tenaga dan keahlian dan keuntungan dari kerjasama tersebut akan
dibagikan berdasarkan perjanjian sebelumnya.
3) Sukuk musyarakah, yakni sukuk
berdasarkan akah musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama
menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang
telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang
timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing masing
pihak.
4) Sukuk istisna’, yakni sukuk berdasarkan
akad istisna’ dimana pihak menyepakati
jual beli dalam pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga, waktu
penyerahan, dan spesifikasi barang atau proyek ditentukan terlebih dahulu
berdasarkan kesepakatan.
3.
Mempunyai akses ke pasar uang.
Pasar uang
yang dimaksudkan di sini adalah pasar uang antar bank syariah dan pasar modal
syariah.
a.
Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
Pasar Uang
Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah transaksi keuangan jangka pendek
antar bank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing.
Untuk saat ini, instrument keuangan untuk Pasar Uang Syariah yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia yakni berupa: Sertifikat Investasi Mudharabah
Antar Bank (SIMA) . Tujuan diberlakukannya Sertifikat IMA ini adalah untuk
sarana investasi bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah, terutama untuk
mengatur kebutuhan likuiditasnya. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank
(sertifikat IMA) didefinikan sebagai sertifikat yang diterbitkan oleh Bank
Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) yang digunakan sebagai sarana investasi
jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah.
Adapun karakteristik Sertifikat IMA :
1)
Diterbitkan dengan akad mudharabah
2)
Dapat diterbitkan baik dalam rupiah
maupun dalam valuta asing
3)
Dapat diterbitkan dengan atau tanpa
warkat.
4)
Mencantumkan informasi sedikitnya :
nilai nominal investasi, nisbah bagi hasil, jangka waktu investasi, indikasi
tingkat imbalan Sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada bulan terakhir.
5)
Berjangka waktu 1 hari sampai dengan
365 hari
6)
Dapat diperdagangkan sebelum jatuh
tempo.
b.
Pasar Modal Syariah
Instrument di pasar modal syariah
saat ini meliputi saham yang masuk kategori Jakarta Islamic Index, Sukuk, dan
reksadana syariah. Karena Bank tidak diperbolehkan berinvestasi pada saham,
maka sukuk dan reksadana syariahlah menjadi secondary reserve dimana instrument
ini dapat dijual di secondary market untuk sukuk dan dicairkan untuk reksadana
syariah jika Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah membutuhkan dana jangka
pendek.
c. Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS)
FPJPS
merupakan instrument terakhir untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bagi Bank
Syariah atau Unit Usaha Syariah setelah terjadinya saldo giro negative dan
tidak berhasilnya akses pasar uang syariah untuk menutup kewajiban jangka
pendek. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek ini, diberikan hanya kepada Bank
Syariah atau Unit Usaha Syariah yang mengalami kesulitan pendanaan jangka
pendek, namun masih memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan permodalan.
d.
LPS Sebagai Sarana Penunjang
Likuiditas Perbankan
Setiap Bank yang melakukan kegiatan
usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta Penjaminan LPS. Jenis
Bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional, bank campuran
dan bank asing, serta bank konvensional dan bank Syariah. LPS adalah badan
hukum yang independent yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS) yang ditetapkan tanggal 22
September 2004. Pendirian dan operasional LPS dimulai sejak UU LPS berlaku
efektif yakni tanggal 22 September 2005. LPS menjamin simpanan nasabah bank
yang berbentuk tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito dan bentuk lain
yang dipersamakan dengan itu. LPS juga menjamin simpanan di bank Syariah yang
berbentuk giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah. LPS hanya akan menjamin pembayaran simpanan nasabah tersebut sampai
dengan jumlah Rp 2 milyar sedangkan sisanya akan dibayarkan dari hasil
likuiditasi bank.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Likuiditas pada umumnya didefinisikan sebagai kepemilikian sumber dana yang
memadai untuk memenuhi seluruh kebutuhan kewajiban yang akan jatuh tempo. Atau
dengan kata lain kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat
ditagih baik yang dapat diduga ataupun yang tidak terduga. Manajemen
likuidits bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat-alat
likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera
harus di bayar.
Fungsi dari manajemen likuiditas
salah satunya adalah untuk memberikan keyakinan kepada para penyimpan dana
bahwa deposan dapat menarik sewaktu-waktu dananya atau pada saat jatuh tempo
dana tersebut dapat ditarik. Oleh karena itu bank wajib mempertahankan sejumlah
dana likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya tersebut. Selama ini alat untuk manajemen likuiditas dalam bank syariah adalah PUAS
(pasar uang antar bank syariah) dengan akad wadiah, SIMA (sertifikat mudharabah
antar bank syariah) dan SWBI (surat wadiah bank indonesia) juga dengan akad
wadiah. Apabila suatu bank kekurangan likuiditas, maka bank tersebut akan
meminjam kepada bank lain berupa PUAS, SWBI atau menerbitkan SIMA, dan
sebaliknya.
Instrument yang harus dilakukan bank
agar senantiasa dapat tetap likuid adalah : 1. Memiliki Primary Reserve ( Cadangan Primer ) yang terdiri
dari: Giro pada Bank Sentral atau Giro
Wajib Minimum (GWM), Kas pada valuta, Giro pada Bank lain, Item-item uang tunai
yang masih dalam proses inkaso. 2.Memiliki Secondary Reserve Yaitu cadangan
yang berfungsi sebagai penyangga Primary Reserve. Adapun cadangan sekunder
berupa surat - surat berharga bisa berupa: Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
(SWBI). Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).3. Mempunyai akses ke pasar uang
yaitu : Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS), Pasar
Modal Syariah, Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS),
LPS Sebagai Sarana Penunjang Likuiditas Perbankan
DAFTAR PUSTAKA
Djinarto,Bambang. Banking
Asset Liability Management. 2000, Jakarta : Gramedia Pustaka utama.
Muhamad.Manajemen
Dana Bank Syariah. 2004. Yogyakarta : Ekonisia.
Rusyamsi, Imam.
Asset Liability Managemen : Strategi pengelolaan Aktiva Pasiva Bank. 1999
Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 1999.
http://shariaeconomy.blogspot.com/2014/11/manajemen-likuiditas-perbankan-syariah.html
[1]Bambang Djinarto, Banking
Asset Liability Management, ( Jakara: Gramedia Pustak utamat ), 2000,
hlm 15
[2]http://shariaeconomy.blogspot.com/2014/11/manajemen-likuiditas-perbankan-syariah.html
[3]Muhamad, Manajemen Dana Bank
Syariah, ( Yogyakarta: Ekonisia ), 2004, hlm.63
[4]http://risaariani6.blogspot.com/2014/11/manajemen-likuiditas-perbankan-syariah.html
[5]Imam Rusyamsi, Asset Liability Managemen : Strategi
pengelolaan Aktiva Pasiva Bank,(Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1999), hlm.39
0 Response to "Manajemen Likuiditas"
Post a Comment